Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi logo Apple (unsplash.com/@boliviainteligente)

Intinya sih...

  • Investasi Apple di Indonesia masih bermasalah, pemerintah meminta USD1 miliar, tetapi Apple hanya tawarkan USD100 juta.
  • Pemerintah membandingkan investasi Apple dengan Vietnam yang lebih besar, karena Vietnam memiliki aspek tertentu yang lebih unggul dibanding Indonesia.
  • Hambatan investasi di Indonesia antara lain sektor ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan, kepastian hukum hingga tingkat korupsi.

Investasi Apple di Indonesia masih belum menemui titik terang. Terakhir, perusahaan dikabarkan menawarkan USD100 juta atau Rp1,58 triliun. Tetapi penawaran berlangsung alot, karena pemerintah meminta nilai USD1 miliar atau Rp15,8 triliun untuk satu tahun.

Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyebut larangan iPhone 16 di Indonesia tidak tepat. Hal ini disampaikan dalam diskusi Selular Business Forum dengan tema "Menghitung Untung Rugi Larangan iPhone 16 Bagi Masyarakat dan Negara" di Jakarta, pada Kamis (05/12/2024).

Rumitnya investasi di Indonesia

Pasalnya, pemerintah Indonesia membandingkan investasi yang Apple lakukan di Indonesia dengan negara lainnya, misalnya Vietnam. Sebelumnya, Apple hanya menggelontorkan Rp158 miliar di Indonesia dengan wujud pembentukan akademi. Sementara untuk Vietnam, Apple mengucurkan Rp256,22 triliun dengan 200 ribu lapangan pekerjaan.

Riefky menjelaskan jika Apple adalah perusahan bisnis dan tentu akan memilih tempat investasi yang menguntungkan mereka.

“Apple akan melakukan investasi dan menempatkan uangnya jika mereka merasa mendapatkan keuntungan. Mereka melihat Vietnam lebih baik daripada Indonesia,” ujarnya.

Sehingga tidak masuk akal jika Apple mau melakukan investasi di Indonesia dengan alasan kita memiliki pasar yang besar, kemudian memaksa mereka untuk investasi. Padahal, Apple tidak akan melakukan investasi karena tidak menguntungkan untuk perusahaan. Dia menyebut bahwa Vietnam, Taiwan, Thailand dan Malaysia punya aspek tertentu yang lebih unggul dibanding Indonesia.

Terdapat sejumlah hambatan jika ingin berinvestasi di Indonesia seperti sektor ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan, kepastian hingga tingkat korupsi. Ekonom UI itu menyebut jika dibandingkan Vietnam, prosedur administrasi untuk memulai usaha di Indonesia ternyata lebih panjang dan lebih rumit.

Indonesia perlu bebenah

iPhone 16 (unsplash.com/@amanz)

Kemudian, survei World Bank di beberapa kategori mempengaruhi bisnis dan investasi di Indonesia, di antaranya:

  • Indeks korupsi.
  • Indeks inovasi.
  • Indeks kemudahan perdagangan.
  • Indeks sektor informal.

Tanah Air mendapat angka bawah dibanding rata-rata dunia dan Asia Pasifik. Oleh sebab itu, banyak hal yang perlu direfleksikan dari kondisi saat ini sehingga suatu hari nanti Apple akan menjadi entitas bisnis.

"Artinya, gak mungkin Apple atau perusahaan lain seperti Microsoft, Tesla, gak mau buka di Indonesia kalau labor kita paling berkualitas, paling murah, infrastrukturnya paling bagus, skala ekonominya paling bagus, kepastian hukumnya paling bagus, pasti ada yang salah di antara itu kalau gak ada yang investasi ke kita," jelas Riefky.

Marketing yang tidak berkelanjutan

Belum lagi narasi yang menyebut bahwa Indonesia punya pasar yang besar, layaknya memaksa konsumen untuk melakukan belanja produk. Marketing seperti itu dikatakan tidak akan berkelanjutan.

Padahal pemerintah bisa belajar dari India, di mana negara tersebut memberikan fasilitas kepada Apple hingga kepastian hukum yang tidak akan berubah dalam jangka waktu lima hingga 10 tahun. Skema ini lebih masuk akal untuk perusahaan yang ingin berbisnis, mencari talenta atau melakukan transfer knowledge.

"Banyak yang belum kita improve dari kondisi ini dan gak bisa ke depannya semua investor asing yang mau jualan di Indonesia, kita minta untuk taruh duit di Indonesia, kalau ini enggak kita benerin," papar Riefky.

Editorial Team