CEO Microsoft, Satya Nadella dalam acara Microsoft Build: AI Day Jakarta pada Selasa (30/04/2024) (IDN Times/Misrohatun)
Hal yang serupa juga terjadi pada investasi Apple di mana perusahaan hanya berinvestasi Rp 1,6 triliun di Indonesia. Sementara di Vietnam, besarannya mencapai US$15,84 miliar (Rp256 triliun) dan Rp4 triliun di Singapura.
Menurut Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, fenomena tersebut dianggap wajar karena Vietnam memiliki performa kinerja logistik yang tinggi, begitu juga kualitas pekerjanya.
"Kita gak bisa mengharapkan Apple berinvestasi manufaktur ke Indonesia sebenarnya, karena dari sisi itu saja sudah kalah," paparnya.
Lebih dalam dijelaskan bahwa Vietnam bisa memproduksi sekitar 30 persen secara mandiri dari komponen Apple. Jadi dari 320 komponen, mereka bisa memproduksi 30 persen dari Vietnam.
Sedangkan Indonesia hanya 4 dari 320 komponen. Jadi bisa dikatakan jika kita memang kalah dari segala hal dari Vietnam, termasuk dalam hal penyediaan.
"Di Vietnam karena sosialis, semua milik negara. Tapi kalau di indonesia, mau bangun produk di A, sudah pasti ada mafia yang bermain di sana. Memang di sana letak biayanya yang cukup mahal," jelas Nailul.
Menyoal investasi Microsoft di Malaysia, dia menganggap bahwa ekositem di sana sudah lebih lengkap karena ada Silicon Malaysia. Sementara di Indonesia, Bukit Algoritma yang dijanjikan masih belum terlihat hilalnya.
Kemudian jika dilihat dari level inovasi index, ada beberapa komponen yang menyebutkan kalau Negeri Jiran itu lebih siap, seperti dalam hal penyediaan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan sebagainya.
"Kalau di Indonesia, sudah HAKI-nya lama, tanahnya mahal. Jadi wajar kalau Apple dan Microsoft seperti itu," kata Nailul.