Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Toyota Calya(toyota.astra.co.id) dan Daihatsu Sigra(tunasdaihatsu.com)
Toyota Calya(toyota.astra.co.id) dan Daihatsu Sigra(tunasdaihatsu.com)

Intinya sih...

  • Harga LCGC mendekati mobil non-LCGC

  • Nilai ekonomis vs fitur terbatas

  • Layak atau tidak, tergantung pada kebutuhan konsumen

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mobil Low Cost Green Car (LCGC) dulunya menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin memiliki mobil pertama dengan harga terjangkau. Ketika pertama kali diluncurkan sekitar tahun 2013, harga mobil LCGC hanya berada di kisaran Rp76 jutaan untuk varian paling dasar.

Angka itu membuat LCGC langsung diminati karena dianggap mampu menjawab kebutuhan transportasi keluarga muda atau pekerja pemula. Namun, kondisi saat ini berbeda jauh. Harga mobil LCGC perlahan merangkak naik hingga kini mendekati Rp 200 juta. Pertanyaan pun muncul: dengan harga yang semakin mahal, apakah LCGC masih layak untuk dibeli?

Kenaikan harga ini terjadi hampir setiap tahun. Berbagai faktor mulai dari inflasi, kenaikan biaya produksi, perubahan regulasi pajak, hingga tuntutan standar emisi yang lebih ketat membuat pabrikan tidak punya pilihan selain menyesuaikan harga. Pada akhirnya, daya tarik LCGC sebagai “mobil murah” mulai dipertanyakan.

1. Harganya semakin mendekati mobil non-LCGC

Daihatsu Sigra (dok. Daihatsu)

Salah satu alasan kenapa konsumen mulai ragu adalah karena selisih harga antara LCGC dan mobil non-LCGC kini semakin tipis. Jika dulu LCGC jelas lebih murah, sekarang beberapa varian justru sudah menembus Rp 190 juta hingga Rp 197 juta. Padahal, dengan harga segitu, konsumen sudah bisa memilih mobil kelas entry level non-LCGC yang memiliki fitur lebih lengkap. Kondisi ini membuat posisi LCGC sebagai “mobil rakyat” menjadi kabur, sebab harga yang naik terlalu jauh mengurangi keunggulannya sebagai pilihan hemat biaya.

2. Nilai ekonomis vs fitur yang terbatas

Daihatsu Sigra (daihatsu.co.id)

Mobil LCGC memang masih irit bahan bakar dan biaya perawatan relatif rendah. Hal ini menjadi poin positif bagi konsumen yang benar-benar membutuhkan kendaraan harian dengan ongkos operasional kecil. Namun, dari sisi fitur, LCGC masih kalah dibanding mobil non-LCGC.

Banyak model LCGC tidak dilengkapi fitur keselamatan canggih atau kenyamanan modern yang kini mulai menjadi standar. Akibatnya, meskipun murah dalam penggunaan sehari-hari, konsumen merasa kurang mendapatkan “value” jika dibandingkan harga belinya yang semakin tinggi.

3. Masih layak atau tidak?

Ilustrasi seseorang sedang bingung (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Jawabannya tergantung pada kebutuhan konsumen. Jika prioritas utama adalah memiliki mobil baru dengan biaya operasional rendah, LCGC masih bisa menjadi pilihan yang layak. Terutama bagi keluarga muda atau pekerja yang ingin kendaraan simpel untuk mobilitas harian.

Namun, jika konsumen menginginkan mobil dengan fitur lengkap, teknologi terkini, dan kenyamanan lebih, ada baiknya mempertimbangkan mobil non-LCGC di segmen yang hampir sama harganya. Dengan kata lain, LCGC kini bukan lagi pilihan otomatis bagi semua orang, melainkan harus disesuaikan dengan tujuan pembelian dan ekspektasi konsumen.

So, harga LCGC yang semakin naik memang mengikis daya tariknya sebagai mobil murah. Dari Rp 76 jutaan di awal peluncuran hingga hampir Rp 200 juta pada 2025, kenaikan ini membuat konsumen berpikir ulang. Meski masih menawarkan keunggulan irit dan biaya operasional rendah, keterbatasan fitur dan nilai ekonomis yang berkurang membuat LCGC tidak selalu jadi pilihan utama. Pada akhirnya, keputusan membeli LCGC harus didasarkan pada kebutuhan nyata, bukan sekadar label “mobil murah” yang kini mulai kehilangan maknanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team