Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pelat nomor (pexels.com/Mehmet Turgut Kirkgoz)
ilustrasi pelat nomor (pexels.com/Mehmet Turgut Kirkgoz)

Intinya sih...

  • Modus mengganti pelat nomor dan cara petugas mendeteksinya

  • Sanksi berat bagi pemalsuan pelat nomor

  • Dampak jangka panjang dan catatan buruk di kepolisian

Aturan ganjil genap diterapkan untuk mengurai lalu lintas. Sayangnya, tidak sedikit pengemudi yang mencoba mengakali sistem ini dengan mengganti pelat nomor kendaraan mereka. Cara ini mungkin seperti solusi instan, tetapi sebenarnya tindakan ini sangat berisiko, baik dari sisi hukum maupun keselamatan.

Sebab, mengganti pelat nomor untuk menghindari aturan ganjil genap bukan hanya tindakan curang, tetapi juga termasuk pelanggaran pidana. Ada ancaman hukum yang bisa menjerat pelakunya jauh lebih berat dibandingkan hanya sekadar kena tilang karena melanggar ganjil genap.

1. Modus mengganti pelat nomor dan cara petugas mendeteksinya

Seorang polisi menunjukan kamera ETLE yang terpasang di mobil patroli Satuan Lalu Lintas (IDN Times/ dok Ditlantas Polda Riau)

Beberapa pengemudi dengan sengaja mencetak pelat nomor palsu dengan angka berbeda, biasanya satu angka terakhir diubah agar cocok dengan tanggal hari itu. Ada juga yang memiliki dua pelat nomor yang bisa digonta-ganti tergantung kebutuhan. Bahkan ada yang lebih ekstrem, menggunakan mekanisme pelat berputar atau sistem elektronik yang bisa digerakkan secara otomatis dari dalam mobil.

Namun kecanggihan alat ini tidak selalu bisa menipu petugas. Di era kamera ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) dan sistem identifikasi kendaraan berbasis data, pelat nomor yang dipalsukan akan cepat terdeteksi karena tidak cocok dengan data registrasi kendaraan, warna mobil, atau tipe kendaraan yang terdaftar di kepolisian. Petugas di lapangan juga memiliki perangkat untuk mengecek kesesuaian data kendaraan secara real-time.

2. Sanksi berat bagi pemalsuan pelat nomor

ilustrasi pelat nomor kendaraan (pexels.com/Yura Forrat)

Mengganti pelat nomor kendaraan secara ilegal bukanlah pelanggaran lalu lintas biasa. Ini masuk dalam ranah pidana, tepatnya pemalsuan dokumen negara. Berdasarkan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), setiap orang yang dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat asli sehingga dapat menimbulkan kerugian, dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal enam tahun. Pelat nomor kendaraan termasuk dalam kategori dokumen resmi negara karena berkaitan langsung dengan identitas kendaraan yang terdaftar.

Selain itu, pelaku juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 280 UU No. 22 Tahun 2009, disebutkan bahwa kendaraan yang tidak dilengkapi dengan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang sah dapat dikenakan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500.000. Kombinasi pelanggaran administratif dan pemalsuan dokumen menjadikan sanksi atas perbuatan ini sangat berat dan tidak sebanding dengan manfaat jangka pendek yang diperoleh.

3. Dampak jangka panjang dan catatan buruk di kepolisian

ilustrasi tilang (pexels.com/Kindel Media)

Selain hukuman pidana dan denda, pengemudi yang terbukti memalsukan pelat nomor bisa mendapatkan catatan buruk di kepolisian, yang akan tercatat dalam riwayat kendaraan dan pemilik. Hal ini bisa mempersulit pengurusan STNK, BPKB, atau proses jual beli kendaraan di masa mendatang. Bahkan bisa berimbas pada kesulitan mengurus asuransi kendaraan karena dianggap melakukan tindakan manipulatif.

Lebih dari itu, praktik semacam ini juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap aturan hukum dan ketertiban berlalu lintas. Menghindari aturan dengan cara curang bukan hanya merugikan sistem, tapi juga bisa menimbulkan kecelakaan apabila pelat palsu digunakan dalam kendaraan yang melakukan pelanggaran serius lalu tidak bisa ditelusuri oleh polisi.

So, mengganti pelat nomor untuk menghindari ganjil genap mungkin terlihat seperti cara cepat dan mudah, tetapi konsekuensinya sangat berat. Selain bisa dijerat pidana, tindakan ini merusak integritas hukum dan membahayakan orang lain. Lebih baik menaati aturan dan mencari alternatif waktu atau rute perjalanan, daripada mengambil risiko besar hanya demi menghindari razia sesaat. Dalam dunia lalu lintas, kejujuran tetap menjadi pilihan paling aman dan paling bijak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team