Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Bisnis. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Bisnis. (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • 500 bisnis keluarga terbesar di dunia hasilkan pendapatan 8,8 triliun dolar AS dan mempekerjakan 25 juta orang
  • 17 perusahaan keluarga di Asia Tenggara masuk dalam daftar 500 teratas, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand
  • Bank Central Asia (BCA) dan Gudang Garam masuk dalam daftar perusahaan terkemuka dengan pendapatan gabungan lebih dari 15 miliar dolar AS

Jakarta, IDN Times - Perusahaan milik keluarga terus menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi global. Sebanyak 500 bisnis keluarga terbesar di dunia menghasilkan pendapatan sebesar 8,8 triliun dolar Amerika Serikat (AS) atau meningkat 10 persen dari indeks tahun 2023 dan mempekerjakan sekitar 25 juta orang di seluruh dunia yang tersebar di 44 yurisdiksi.

Pendapatan agregat dari bisnis ini jika dibandingkan dengan PDB menurut negara, setara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, hanya di bawah AS dan China. Temuan tersebut dan lainnya dipublikasikan dalam 2025 EY and University of St.Gallen Global 500 Family Business Index, yang merupakan pemeringkatan dua tahunan dari 500 bisnis keluarga terbesar di dunia berdasarkan pendapatan.

Eropa masih menjadi kawasan dengan perusahaan milik keluarga terbanyak (47 persen) dalam indeks, diikuti oleh Amerika Utara (29 persen) dan Asia (18 persen). Mengenai sektor industri, ritel memiliki representasi terbesar, memimpin dengan 20 persen. Lalu diikuti oleh konsumen sebagai sektor terbesar kedua (19 persen), ketiga adalah manufaktur canggih (15 persen), dan keempat adalah mobilitas (9 persen).

1. Ada 17 bisnis keluarga dari Asia Tenggara masuk dalam daftar

Default Image IDN

Menurut penelitian tersebut, 17 perusahaan keluarga di Asia Tenggara berhasil masuk dalam daftar 500 teratas, termasuk Indonesia (2), Malaysia (3), Filipina (5), Singapura (3) dan Thailand (4).

Adapun secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan tersebut menghasilkan pendapatan lebih dari 146 miliar dolar AS dan mempekerjakan hampir 875.000 orang, dibandingkan dengan 119 miliar dolar AS dan hampir 850.000 orang pada  2023.

“Perusahaan keluarga telah menjadi tulang punggung ekonomi ASEAN selama beberapa dekade terakhir. Keluarga di ASEAN umumnya cenderung menginvestasikan kembali sebagian besar keuntungan mereka ke perusahaan keluarga. Hal ini membawa pertumbuhan jangka panjang dan berkelanjutan bagi perusahaan-perusahaan ini. Untuk melanjutkan pertumbuhan, penting bagi perusahaan keluarga untuk memperhatikan risiko geopolitik global di masa depan serta evolusi teknologi baru seperti kecerdasan buatan, dan memanfaatkan peluang yang muncul akibat gangguan tersebut,” tutur EY Asean Family Enterprise Leader, Low Bek Teng dalam pernyataan resmi yang diterima IDN Times, Kamis (10/4/2025).

2. BCA dan Gudang Garam masuk dalam 2025 Global 500 Index

Gedung PT Gudang Garam Tbk di Jakarta (gudanggaramtbk.com)

Data dari 2025 Global 500 Family Business Index menunjukkan posisi Indonesia yang kuat dalam lanskap bisnis keluarga dengan masuknya dua perusahaan terkemuka dalam daftar, yakni Bank Central Asia (BCA) dan Gudang Garam.

Kedua perusahaan ini mencerminkan kekuatan dan ketahanan bisnis keluarga Indonesia, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara. Dengan pendapatan gabungan lebih dari 15 miliar dolar AS, kedua perusahaan memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja dan mempekerjakan lebih dari 53.000 orang di berbagai sektor.

3. Profil Gudang Garam dan BCA

Menara BCA. (dok. BCA)

PT Gudang Garam Tbk (GGRM), peringkat ke-258 dalam 2025 Global 500 Family Business Index, merupakan pemain kunci di sektor produk konsumen Indonesia. Didirikan pada 1958 oleh Keluarga Wonowidjojo, perusahaan spesialisasi rokok kretek ini menghasilkan pendapatan sebesar 7,82 miliar dolar AS dan mempekerjakan sekitar 28.000 karyawan. Keluarga Wonowidjojo mempertahankan lebih dari 75 persen hak suara, yang memungkinkan mereka untuk memandu strategi perusahaan secara efektif.

Kesuksesan Gudang Garam berawal dari warisan merek yang kuat dan komitmen terhadap kualitas dan kemudian menumbuhkan loyalitas pelanggan. Perusahaan ini berfokus pada diversifikasi penawaran produknya sambil tetap mengutamakan kretek yang penting untuk menghadapi tantangan dalam industri tembakau, seperti regulasi kesehatan dan persaingan. Sebagai bisnis keluarga terkemuka, Gudang Garam menyoroti peran penting perusahaan milik keluarga dalam perekonomian Indonesia.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) alias BCA yang berada di peringkat ke-266 dalam indeks merupakan salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Pada 2024, BCA menghasilkan pendapatan sebesar 7,38 miliar dolar AS dan mempekerjakan sekitar 25.000 karyawan. Keluarga Hartono saat ini memegang setidaknya 50 persen hak suara dan memungkinkan mereka untuk memengaruhi keputusan penting dan menegakkan nilai-nilai bank yang berorientasi pada keluarga.

Kesuksesan BCA didorong oleh komitmennya terhadap inovasi dan layanan nasabah. Fokus keluarga pada transformasi digital telah memposisikan bank BCA sebagai pemimpin di sektor keuangan, menarik demografi yang lebih muda, dan meningkatkan keterlibatan nasabah. Strategi pertumbuhan BCA menekankan perluasan layanan digital sambil mempertahankan jaringan cabang yang kuat dan memastikan aksesibilitas bagi semua nasabah. Pendekatan ini memungkinkan BCA untuk memenuhi berbagai kebutuhan nasabah dan tetap kompetitif di pasar yang berkembang pesat.

“Perusahaan keluarga di Indonesia, seperti Gudang Garam dan Bank Central Asia, sangat penting bagi pertumbuhan dan ketahanan ekonomi Indonesia. Warisan merek mereka yang kuat, komitmen terhadap kualitas, dan layanan pelanggan yang inovatif menunjukkan bagaimana mereka dapat berkembang dalam lanskap yang kompetitif. Dengan memanfaatkan kekuatan mereka dan berfokus pada tujuan jangka panjang, bisnis ini menciptakan lapangan kerja dan berkontribusi pada stabilitas ekonomi. Mendukung pertumbuhan bisnis keluarga akan sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan daya saing global,” tutur EY Indonesia Private Leader, Jongki Widjaja.

Editorial Team