Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pembaharuan Logo BUMN (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Pengelolaan dana pensiun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih penuh liku-liku. Hal itu dibuktikan lewat data Kementerian BUMN yang menyebut ada 65 persen dana pensiun BUMN tidak sehat.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto menyebutkan, ada tiga hal yang mesti dipenuhi oleh seluruh pemangku kepentingan agar pengelolaan dana pensiun BUMN lebih sehat.

"Ke depan supaya posisi dana pensiun BUMN lebih sehat maka pengurus dana pensiun harus diisi tenaga profesional yang qualified, terutama sektor investasi," ujar Toto kepada IDN Times, Selasa (21/2/2023).

Kedua, sambung Toto, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti lebih ketat dari sisi kepatuhan dan penegakan hukum kepada pengelola dana pensiun BUMN.

"Ketiga, mesti ada indikator early warning di otoritas pengawas yang bisa mengantisipasi kegagalan pengelolaan dana pensiun, termasuk dana pensiun BUMN," beber dia.

1. Tidak dikelola menggunakan model fully funded system

ilustrasi dana pensiun (freepik.com/rawpixel.com)

Di sisi lain, Toto menerangkan bahwa sengkarut pengelolaan dana pensiun BUMN karena tidak menggunakan model fully funded system.

"Kondisi yang ideal pengelolaan dana pensiun korporasi atau BUMN itu mestinya pake model fully funded system. Dengan skema fully funded, artinya baik peserta/pegawai maupun pemberi kerja keduanya ikut kontribusi iuran. Jadi dana yang terbentuk disebut fully funded," papar dia.

Hal itu karena sebagian revenue atau pemasukan yang diharapkan datang dari hasil investasi dengan return tidak sesuai harapan.

"Itu terjadi karena penempatan portofolio yang keliru atau sebab lain yang sifatnya uncontrollable. Bisa juga penyebabnya karena salah satu pihak, misal employer terlambat setor iuran sehingga jadi utang iuran yang bengkak," ujar Toto.

2. Dukung keterlibatan KPK

Editorial Team

Tonton lebih seru di