Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan BLT Rp1,2 juta akan diberikan kepada penerima yang namanya diusulkan oleh pemerintah daerah (Pemda), dan telah diverifikasi oleh Kementerian Sosial (Kemensos), dan divalidasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut Mukroni, syarat itu menyulitkan para pemilik warteg. Pasalnya, apabila pemilik warteg harus mendaftarkan diri ke pemerintah daerah (Pemda) setempat, pada umumnya diwajibkan harus memiliki KTP yang sesuai dengan alamat usahanya, atau alamat warteg miliknya.
Di Jabodetabek sendiri, dia mencatat ada sekitar 50.000 warteg, dan sebagian besar pemiliknya bukan berasal dari Jabodetabek, sehingga tak memiliki KTP Jabodetabek.
"Warteg ini kan paling banyak urbanisasi, bukan KTP DKI atau Jabodetabek," ucap Mukroni.
Dikarenakan syarat yang dinilainya sulit untuk dipenuhi itu, maka sebagian besar anggota Kowantara tak mau berharap bisa mendapat BLT tersebut.
"Itu yang menjadi pertanyaan kami, apakah dimudahkan misalnya dengan domisili saja? Atau bagaimana? Ini peraturannya gak jelas, apa mau lewat online? Nah kita ini juga susah, mendapat NIB saja aksesnya sudah selama 4 hari belakangan ini. Kita di komunitas ini kan saling berkoordinasi. Yang mengkoordinir itu mengeluh karena OSS sudah untuk mengakses," tutur Mukroni.
"Jadi kami merasa banyak diberi harapan-harapan saja. Jadi ya sudahlah kita gak berharap banyak soal bantuan ini," sambung dia.