Ada Tarif Baru Trump, RI Harus Kejar Peluang Relokasi Pabrik dari Luar

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus berlomba mengejar peluang relokasi pabrik dari negara lain ke Indonesia. Hal ini menyusul pengenaan tarif impor resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Bila mengacu data tarif yang diterapkan Trump, Indonesia dikenakan tarif 32 persen sedangkan Vietnam 46 persen dan Kamboja 49 persen. Artinya tarif di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan kedua negara yang selama ini 'panen pabrik'.
"Tidak cukup hanya bersaing dari selisih tarif resiprokal Indonesia lebih rendah dari Vietnam dan Kamboja. Namun kunci utamanya ialah pada regulasi yang konsisten, efisiensi perizinan, tidak ada RUU yang membuat gaduh seperti RUU Polri dan RUU KUHAP," tegas Bhima kepada IDN Times, Kamis (3/4/2025).
1. Sejumlah aspek harus disiapkan pemerintah
Selain itu, kesiapan infrastruktur pendukung kawasan industri, sumber energi terbarukan yang memadai untuk pasok listrik ke industri, dan kesiapan sumber daya manusia juga diperlukan.
"Faktor-faktor tadi jauh lebih penting karena Indonesia sudah tidak bisa mengguyur insentif fiskal berlebihan dengan adanya global minimum tax. Kalau sebelumnya tarik investor dengan tax holiday dan tax allowances, sekarang saatnya perbaiki daya saing yang fundamental," jelas Bhima.
3. Industri padat karya makin terpuruk
Selain itu, sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan makin terpuruk. Dia mengatakan sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS.
"Begitu kena tarif yang lebih tinggi, jenama tersebut akan menurunkan jumlah pemesanan ke pabrik Indonesia," kata Bhima.
Sementara di dalam negeri, imbuh Bhima, Indonesia bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja, dan China karena mereka incar pasar alternatif.
3. Pemerintah perlu ubah regulasi
Untuk itu, Bhima mengatakan pemerintah juga perlu merancang ulang regulasi, khususnya Peraturan Menteri Perdagangan terkait ekspor-impor.
"Permendag 8/2024 belum juga direvisi, jadi ekspor sulit, impor akan menekan pemain tekstil pakaian jadi domestik. Ini harus diubah regulasinya secepatnya," tutur dia.