Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-06-26 at 13.15.00.jpeg
PLTP Blawan Ijen Unit 1 di Bondowoso (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya sih...

  • Pembangkit geotermal beroperasi 24 jam dengan jejak karbon rendah

  • Miskonsepsi tentang dampak lingkungan panas bumi perlu diluruskan

  • PLTP Kamojang memberikan manfaat bagi warga sekitar, termasuk pembukaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi lokal

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemanfaatan energi panas bumi atau geotermal jadi salah satu jenis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang fokus digencarkan oleh pemerintah. Bukan hanya untuk mengurangi emisi karbon, pengembangan geotermal disebut mampu mendorong perekonomian masyarakat.

“Pemanfaatan energi panas bumi sangat penting untuk mendukung penurunan emisi karbon dan memenuhi kebutuhan energi nasional,” ujar Pakar Geothermal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ali Ashat, kepada awak media, dikutip Kamis (18/9/2025).

1. Keunggulan pembangkit geotermal

PLTP Muara Laboh di Solok Selatan (dok. Supreme Energy)

Ali menekankan, pembangkit geotermal memiliki keunggulan dibandingkan jenis EBT lainnya karena dapat beroperasi penuh 24 jam, layaknya pembangkit batu bara, tetapi dengan jejak karbon yang jauh lebih rendah.

“Geotermal menghasilkan emisi yang sangat kecil. Perbandingannya, jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbondioksida hingga 1.000, geotermal hanya sekitar 100 atau bahkan kurang,” ujar dia.

2. Miskonsepsi soal pembangkit geotermal

PLTP Kamojang (dok. Pertamina)

Tak hanya itu, Ali juga meluruskan berbagai miskonsepsi soal panas bumi. Salah satunya yang berkaitan dengan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan seperti pencemaran air tanah atau eksploitasi berlebihan.

“Sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi, terpisah dari sistem air tanah yang digunakan masyarakat. Jadi tidak mengganggu kebutuhan air warga. Selain itu, emisinya sangat rendah dibandingkan pembangkit konvensional,” bebernya.

Ali mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat yang telah beroperasi sejak 1983. PLTP itu disebut Ali menjadi bukti konkret keberhasilan pengembangan energi hijau di Indonesia.

“Di Kamojang, masyarakat dan industri telah hidup berdampingan secara harmonis lebih dari 40 tahun,” ujarnya.

3. Manfaat PLTP Kamojang bagi warga sekitar

Tampak Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dengan kapasitas 140 MW yang berlokasi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.. (Dok. PLN)

Hal tersebut juga diamini oleh Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Gunung Kamojang, Sudarman. Dia mengatakan, kehadiran PLTP Kamojang justru membawa banyak manfaat bagi warga sekitar.

“Tidak ada dampak negatif. Warga nyaman tinggal di sekitar pembangkit. Kami justru mendapat banyak bantuan, seperti bibit, pupuk, dan alat pengolahan kopi. Saya sendiri bisa memperluas kebun kopi hingga tiga hektare karena dukungan itu,” kata dia.

Sudarman menambahkan, manfaat dari keberadaan PLTP juga dirasakan melalui pembukaan lapangan kerja, program tanggung jawab sosial (CSR), hingga pengembangan ekonomi lokal. Salah satu inovasi warga adalah produk wanakis, olahan kulit kopi yang dikembangkan menjadi teh, tepung, hingga produk kecantikan.

“Kami bisa berinovasi karena ada dukungan dari pembangkit. Banyak warga yang dulu menganggur, kini punya pekerjaan. Ekonomi masyarakat pun tumbuh,” ujar Sudarman.

Editorial Team