TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Hal Seputar Polemik Kartel Garam, Kasusnya Diputuskan Malam Ini

Kartel garam membuat geram, kawal!

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Jakarta, IDN Times - Sejak 2018, publik mulai mendengar soal polemik impor garam. Polemik tersebut ada pada dugaan terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pusaran polemik bermuara pada dugaan adanya kartel perdagangan garam. Bagaimana  sebenarnya polemik ini bermula dan apa saja hal yang menyertainya? Yuk simak data berikut.

Baca Juga: Duduk Perkara Anjloknya Harga Garam dan Solusi dari Pemerintah

1. Apa itu kartel garam?

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Kartel adalah sebuah perjanjian untuk menghilangkan persaingan di antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaing. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara seperti penentuan harga, proses produksi, serta wilayah pemasaran. Kartel membuat para pelaku usaha tidak perlu susah payah menyiapkan strategi untuk berhadapan dengan para pesaing.

2. Tujuh perusahaan terduga "pemain" di balik kartel garam

ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Dalam kasus kartel garam ini telah muncul tujuh nama perusahaan yang diduga terlibat. Tujuh nama perusahaan tersebut antara lain adalah PT Garindro Sejahtera Abadi, PT Susanti Megah, PT Niaga Garam Cemerlang, PT Unicem Candi Indonesia, PT Cheetham Garam Indonesia, PT Budiono Madura Bangun Persada, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur.

3. Awal mula kisah kartel garam di Indonesia

ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO

Isu kartel garam mulai menyita perhatian publik sejak para pengusaha garam marak melakukan impor pada 2015 dengan dalih stok garam menipis. Hal itu berdampak signifikan kepada para petani garam lokal.

Pada 2018 isu mengenai kartel garam kembali menghangat. Tujuh perusahaan importir garam mengajukan izin impor garam secara berkelompok ke Kementerian Perindustrian. Hal itu melanggar pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Padahal dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan mengenai larangan para pelaku usaha untuk membuat serta menyetujui perjanjian yang dapat mempengaruhi harga.

Investigator Utama KPPU Noor Rofieq mengatakan tentang adanya kenaikan harga 80-115 persen di mana harga pokok produksi senilai Rp1.050-Rp1.250 per kilogram kemudian dijual dengan kisaran Rp 1.900-Rp 2.000 per kilogram.

Selain kenaikan harga, KPPU juga menduga adanya penimbunan stok garam yang dilakukan oleh tujuh perusahaan importir garam. Seoanjang 2013-2015 kegiatan impor selalu kurang dari jatah impor yang telah diberlakukan. 

Baca Juga: Harga Garam Anjlok, Tiga Bupati Surati Mendag

4. Kemendag turut menjadi saksi kartel garam

pixabay/Loggawiggler

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) salah satu saksi dari kasus dugaan kartel garam. Selain Kemendag, ada dua kementerian lain yang ikut menjadi saksi yaitu Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Baca Juga: Harga Garam Lokal Merosot Tajam, Ini Pemicunya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya