TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Presidensi G20 Indonesia Harus Bahas Dampak Dominasi AS-China

Negara berkembang jangan terjebak dalam aksi berpihak

Ilustrasi G20 (g20-indonesia.id)

Jakarta, IDN Times - Presidensi G20 yang dipegang Indonesia dinilai memiliki misi penting bagi negara berkembang. Peneliti lembaga Transnational Institute Rachmi Hertanti menilai Presidensi G20 Indonesia harus bisa mengarahkan agenda ke pembahasan mengenai dampak dari dominasi Amerika Serikat dan China ke perekonomian negara berkembang.

"Dalam konteks kepentingan negara berkembang, seharusnya G20 di bawah presidensi Indonesia bisa digunakan untuk membahas mengenai dampak yang dirasakan oleh negara berkembang, khususnya di Asia, dari pertarungan dominasi AS-China ini," kata Rachmi Hertanti dalam keterangan di Jakarta, Minggu (29/5/2022).

Baca Juga: Mendag Ungkap Ancaman Ekonomi dan Perdagangan Global, Waspada!

Baca Juga: Mengenal Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik, Strategi AS Lawan China?

1. Negara berkembang jangan sampai terjebak dalam aksi berpihak

Pixabay/dennies025

Menurut dia, negara berkembang sangat bergantung dengan investasi dari dua kubu tersebut, untuk agenda pembangunan nasional mereka. Rachmi menegaskan bahwa negara berkembang di G20 harus konsisten tidak berposisi ataupun tidak terjebak dalam aksi berpihak ketika mendorong kepentingannya.

"Misalnya, bagaimana Indonesia dapat memastikan seluruh negara berkembang dan miskin di dunia dapat mengakses vaksin termasuk pasokan bahan baku dan teknologi untuk memproduksi vaksin sebagai bentuk kemandirian produksi," ujar mantan Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) tersebut.

Baca Juga: AS Gandeng Kemitraan Ekonomi 12 Negara Indo-Pasifik, Ada Indonesia

2. Indonesia harus pimpin pembahasan aturan multilateral

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di markas PBB New York. (Dok. Kementerian Luar Negeri)

Indonesia, lanjutnya, harus dapat memimpin pembahasan mengenai aturan multilateral, khususnya terkait dengan fleksibilitas dan perlakuan khusus yang sangat dibutuhkan bagi negara berkembang dan kurang berkembang. Menurut Rachmi, aturan tersebut membuka ruang untuk pembangunan industrialisasi.

"Termasuk, bagaimana Indonesia dapat memimpin pembahasan mengenai penolakan terhadap Tindakan unilateral perdagangan dari beberapa negara maju yang pada akhirnya menghambat akses pasar negara berkembang dan berdampak pada berbagai Tindakan diskriminasi," katanya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya