TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ancaman Resesi di Depan Mata, Pertama Kali Sejak 1998

Pertumbuhan ekonomi diramal minus 1,5 hingga minus 3 persn

(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menilai, kebijakan pemerintahmenerapkan kenormalan baru atau yang sekarang disebut adaptasi kebiasaan baru, tidak serta merta menghindari ancaman resesi. Indonesia akan mengalami resesi ekonomi pertama kali sejak krisis tahun 1998.

"Walaupun sekarang belum masuk resesi, kemungkinan besar kontraksi pada triwulan II dan III. Kalau terjadi, ini menjadi resesi pertama sejak 1998 walaupun karakterisitiknya berbeda," katanya melalui siaran virtual, Selasa (21/7/2020).

Baca Juga: Bayang-bayang Resesi di Depan Mata, Apa Saja Faktanya saat Ini?

Secara keseluruhan, Faisal memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 akan mengalami minus 1,5 persen. Bahkan jika puncak Pandemik di kuartal IIII hingga kuartal IV masih tinggi dan pemerintah masih tetap memberlakukan PSBB, dia memproyeksikan Pertumbuhan ekonomi bisa kontraksi hingga tiga persen.

"Kuartal ke kuartral kontraksi akan terjadi, terdalam di kuartal dua, dari empat persen sampai enam persen. Ini sangat bisa dimengerti kalau dilihat pertambahan kasus COVID-19 terus meningkat bahkan setelah new normal terus meningkat," katanya.

1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi paling dalam terjadi di kuartal dua

Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

2. Krisis terjadi karena adanya gangguan dari sisi permintaan

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi turun (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Faisal, saat ini krisis terjadi karena adanya kontraksi terhadap sisi permintaan, bukan karena adanya gangguan pada sisi ketersediaan.

Berdasarkan data yang dia paparkan, pelemahan permintaan terlihat pada indikator indeks penjualan riil yang menggambarkan sektor riil di Indonesia. Bahkan, pada Mei pelemahan rill menyentuh minus 20,6 persen.

Sejatinya, ketika normal baru diberlakukan, sempat diprediksi indeks penjualan riil ini akan membaik. Namun, Faisal mengatakan, realisasinya akan sangat sulit sebab banyak orang masih menahan konsumsi.

"Kontraksinya tetap double digit, kita prediksi di angka minus 14 persen," tuturnya.

3. Penurunan ekonomi global menjadi yang terdalam sejak perang dunia kedua

IDN Times/Arief Rahmat

Selanjutnya Faisal mengatakan, beberapa lembaga internasional telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Pada Juni 2020, IMF dan World Bank memproyeksikan ekonomi global akan kontraksi sebesar masing-masing minus 4,9 persen dan minus 5,2 persen, sementara OECD memproyeksi lebih dalam yaitu minus 6 persen.

Menurut dia,berdasarkan data itu penurunan ekonomi global tahun ini merupakan kontraksi yang terdalam sejak Perang Dunia II terjadi.

"Badan dunia sudah memproyeksi terjadi resesi dunia, paling dalam sejak 1930, great depresion kontraksi paling dalam juga sejak perang dunia kedua," ujarnya.

Baca Juga: Ramalan Bank Dunia, Ekonomi Indonesia Nol Persen dan Ancaman Resesi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya