TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh, Faisal Basri Prediksi Ekonomi Minus 3,8 Persen hingga Akhir Tahun

Resesi dong?

Ilustrasi pertumbuhan PAD (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Ekonom Senior Faisal Basri menilai pertumbuhan ekonomi bisa mencapai minus 3,8 persen pada akhir 2020. Hal itu, menurutnya, akan terjadi jika Indonesia tidak tidak bisa menangkal gelombang kedua (second wave) dalam penyebaran COVID-19.

Bahkan, Faisal sependapat dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diramal oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD). Lembaga penelitian di bawah PBB itu memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi terkontraksi hingga akhir 2020.

"Kita jangan bicara pemulihan ekonomi dulu, ini pemulihan ekonomi akan semakin lama. Nah itu yang disebut second wave atau double punch. Saya sependapat dengan OECD yang meramal ekonomi kita akan minus 3,8 persen pada tahun ini," kata Faisal, Senin (31/8/2020).

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Gak Bisa Andalkan Investasi Saja, Ini Alasannya 

1. Indonesia dinilai terburu-buru melonggarkan protokol COVID-19

Faisal Basri, Ekonom Senior dalam Webinar Eps. 6 #MenjagaIndonesia by IDN Times dengan tema "75 Tahun Merdeka, Kok Masih Korupsi" (IDN Times/Besse Fadhilah)

Dia menilai, Indonesia tidak seharusnya melonggarkan protokol kesehatan di masyarakat saat ini. Menurut Faisal, pelonggaran dan pembukaan pusat perbelanjaan baru boleh dilaksanakan bilamana perkembangan kasus sudah menurun.

"Jadi penyebaran covid-19 lebih banyak bergantung pada diri kita sendiri. Coba lihat sekarang Singapura dan Malaysia sudah mulai membuka pusat perbelanjaan, karena kasusnya sudah sangat rendah. Dia melakukan testing terus," ujarnya.

2. Indonesia dinilai masih lambat jika dibandingkan negara lain

Ilustrasi Tes Usap/PCR Test (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Bahkan, kata dia, Indonesia masih terhitung lambat jika dibandingkan dengan negara lain dalam melakukan tes penyebaran COVID-19. India, misalnya, melakukan tes sebanyak 1 juta setiap harinya. Sedangkan rata-rata tes COVID-19 di Indonesia hanya berkisar puluhan ribu setiap harinya.

"Jadi kita kalah berlari dengan virus sehingga semakin tidak terkendali dan tidak ada anggaran untuk meningkatkan kapasitas testing," tuturnya.

Baca Juga: Mahfud MD: Indonesia Hampir Dipastikan Resesi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya