TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gagal Menguat Seharian, Rupiah Ditutup Melemah di Awal Pekan

Rupiah ditutup melemah 55 poin ke Rp14.898 per dolar AS

Mata uang Rupiah (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs mata uang Garuda justru melemah pada penutupan perdagangan Senin (29/8/2022) setelah menguat pada pembukaan perdagangan pagi tadi atas mata uang dolar Amerika Serikat (AS).

Seperti dikutip dari Bloomberg, kurs rupiah ditutup melemah 55 poin ke level Rp14.898 per dolar AS pada penutupan perdagangan sore ini.

Baca Juga: Rupiah Bikin Keok Dolar AS di Awal Pekan, Menguat Rp14.816

1. Sentimen suku bunga The Fed lagi-lagi kerek dolar AS

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan dolar AS melonjak ke level tertinggi 20 tahun terhadap sejumlah mata uang lainnya pada Senin (29/8/2022) setelah Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, mengisyaratkan suku bunga akan dipertahankan lebih tinggi dan lebih lama untuk menurunkan inflasi.

"Imbal hasil Treasury AS juga naik di balik komentar Powell dengan imbal hasil dua tahun naik menjadi 3,4890 persen atau tertinggi sejak akhir 2007. Sedangkan, imbal hasil 10 tahun berada di sekitar 3,1229 persen," kata Ibrahim pada Senin (29/8/2022).

Ketua Fed, Jerome Powell, menolak gagasan kemiringan dovish oleh The Fed. Ia memperingatkan bahwa konsumen dan bisnis AS harus bersaing dengan suku bunga yang lebih tinggi karena inflasi naik. Bos The Fed juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara itu kemungkinan akan melambat sebagai akibatnya.

"Pasar sekarang memperkirakan peluang sekitar 76,5 persen dari kenaikan suku bunga 75 basis poin pada pertemuan The Fed berikutnya pada bulan September. Komentar dari beberapa pejabat Fed menunjukkan bahwa suku bunga AS dapat mengakhiri tahun secara signifikan di atas 3 persen dari tingkat saat ini 2,25 menjadi 2,5 persen," ujarnya. 

Baca Juga: Jokowi Sebut Ekonomi Global Makin Rumit, Banyak Negara Bakal Ambruk

2. Indonesia hadapi persoalan serius di sektor energi

Ibrahim menambahkan, Indonesia menghadapi persoalan serius di sektor energi, terutama sektor minyak dan gas bumi. Defisit minyak bumi makin membengkak sehingga tidak lagi dapat ditutup oleh surplus produksi gas bumi. Tanpa upaya luar biasa dan segera, defisit perdagangan energi bisa mencapai sekitar 80 miliar dolar AS atau 3 persen PDB pada 2040.

"Lebih dari itu, salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi, agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah barang yang disubsidi menjadi dapat dijangkau oleh masyarakat yang miskin sekalipun," ujarnya. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya