TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengurai Polemik Program Kartu Prakerja Andalan Jokowi

Masih banyak catatan dalam Program Kartu Prakerja

Ilustrasi Kartu Prakerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Program Kartu Prakerja terus menuai polemik sejak bergulir pada awal April lalu. Program tersebut dianggap tidak transparan, bahkan implementasinya dinilai hanya sekadar menunaikan janji kampanye Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

Polemik muncul saat pemerintah dianggap "ujug-ujug" memperkenalkan provider mitra Kartu Prakerja. Penyebabnya, provider tersebut ditunjuk langsung, bukan melalui lelang tender. 

Menjawab kegaduhan di awal kemunculan program, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah telah melakukan kurasi dalam memilih mitra Kartu Prakerja.

"Kita kan pakai kemampuan nasional. Tentu digital yang punya reputasi kita ajak. Kan ada 2.000 mitra, yang penting bisa online. Kedua kalau offline bicara quality dan lain-lain. Kita sudah kurasi dan ditambah karena tidak cocok dengan demografi karena adanya virus corona ini," ujarnya dalam live Ngobrol Seru bareng IDN Times, Kamis malam (16/4). 

Dari delapan, tujuh di antaranya ialah startup yakni Tokopedia, Ruangguru melalui Skill Academy, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Pijar Mahir, dan Sekolahmu, sedangkan satu platform lainnya adalah Sisnaker dari Kemenaker.

Tudingan itu dibantah oleh Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja Panji Winanteya Ruky. Ia mengatakan bahwa pemerintah melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS), bukan penunjukan langsung.

Ia menegaskan bahwa seleksi mitra Kartu Prakerja tidak melanggar aturan dalam hal ini Inpres 4/2020 serta Perpres Nomor 36 tahun 2020. "Menurut saya tidak benar menguntungkan sebagian pihak karena sifatnya tidak dibatasi," kata Panji kepada IDN Times.

Meski begitu, Panji juga tidak membantah bahwa pemilihan ini tidak dilakukan dengan tender. Menurutnya program ini tidak perlu tender karena tidak ada penyelenggaraan barang atau jasa yang dibayarkan oleh pemerintah kepada perusahaan digital yang menjadi mitra.

Pemerintah dalam program ini, memberikan dana kepada masyarakat yang akan mengikuti pelatihan. Dana itu bisa mereka gunakan untuk membayar biaya pelatihan online yang tersedia. 

"Sehingga tidak ada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah yang disediakan perusahaan-perusahaan karena kami tidak bayar mereka. Dan mereka tidak memberikan pelatihan atas perintah kami karena bukan pemerintah yang memilih tetapi masyarakat sendiri," tegas dia.

Namun anggapan ini dikritik keras oleh praktisi media digital, Agustinus Edy Kristianto. Anggapan itu, menurutnya, kurang tepat. Dia mengatakan pembayaran dilakukan dengan memindah-bukukan dari Rekening Dana Prakerja pemerintah di bank umum yang ditunjuk kepada rekening platform digital.

"Peserta hanya memiliki rekening virtual untuk mengidentifikasi sesuai penomoran Kartu Prakerja, yang diaktifkan dengan memasukkan 16 nomor unik ketika check out/pembayaran. Bahasa kasarnya, pinjam nomor. Numpang lewat" tegasnya.

Berdasarkan penelusuran IDN Times, hal tersebut memang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 25/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penganggaran, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kartu Prakerja.

Pada Pasal 19 ayat (1) Permenkeu itu disebutkan, "Pengoperasian Rekening Virtual penerima Kartu Prakerja dilakukan melalui: a. pemindahbukuan dana biaya pelatihan dari Rekening Virtual ke rekening platform digital; dan b. peminda.hbukuan dana insentif biaya mencari kerja dan insentif pengisian survei evaluasi dari Rekening Virtual ke rekening penerima Kartu Prakerja."

Bukan hanya itu masalah yang muncul dari program ini, polemik pun terus berlanjut mulai dari pilihan lembaga pelatihan yang menjadi mitra hingga masalah konten dan efektivitas program yang dinilai tidak berpengaruh pada proses upskilling dan reskilling seperti yang dielu-elukan pemerintah.

Muncul pengakuan-pengakuan peserta yang kesulitan mengakses program ini. Ada pula yang merasa progam ini tidak tepat guna atau dapat "diakali" hanya demi mendapat insentif cair.

Baca Juga: Curhat Korban PHK yang Ikut Kartu Prakerja: Mau Online pun Butuh Cash

1. Mengadu "hoki" untuk jadi peserta Kartu Prakerja

Proses pendaftaran Kartu Prakerja (Website/prakerja.go.id)

Kontroversi muncul dalam implementasi pelatihan Kartu Prakerja. Program itu juga dipertanyakan keseriusannya dalam mendorong peningkatan SDM. Presiden Jokowi meminta agar program ini memprioritaskan mereka yang terkena PHK.

"Bagi pekerja yang dirumahkan atau korban PHK, saya minta diberikan prioritas untuk mendapatkan Kartu Prakerja," kata Jokowi saat memberikan arahan di rapat terbatas mengenai mitigasi dampak COVID-19 bagi ketenagakerjaan.

Namun pada kenyataannya, justru tidak semua korban PHK yang mengikuti program tersebut bisa lolos hingga menjadi peserta Kartu Prakerja. YO, seorang pekerja di bioskop yang merugi di tengah kebijakan penanganan COVID-19 yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

YO yang terkena PHK ini gagal mengakses program Kartu Prakerja sejak gelombang I. Meski sudah punya akun dashboard dan rekening, permasalahan sistem menjadi penghalang bagi YO dalam proses pendaftaran gelombang.

Kepada IDN Times, YO menuturkan dirinya sampai harus ikut gelombang ke III Kartu Prakerja. Sebab, acap kali memilih gelombang, dia terus-terusan kembali ke dashboard awal.

"Jadi mau gak mau saya masih ikut tahap gelombang kedua. Udah berhasil ikut tahap itu lagi, eh tapi balik lagi (ke dashboard awal) dan ini saya baru ikut lagi untuk gelombang ketiga. Jadi overall saya belum pernah melakukan pelatihan, dikarenakan setelah sambung rekening selalu balik ke dashboard laman pendaftar," ujarnya.

YO bahkan telah melakukan konfirmasi kepada customer service (CS) Kartu Prakerja. Namun, jawaban dari CS tersebut tak solutif bagi YO. "Teman saya yang dapat kendala serupa sudah coba menghubungi CS nya. Namun kata CS-nya tunggu saja/ikuti saja, hanya itu info yang didapat," ucapnya. 

Kasus TA lain lagi meski serupa. TA yang hingga kini masih berstatus pencari kerja, harus ikut hingga gelombang III karena tak kunjung diterima sejak gelombang pertama. Dia mengaku heran bisa tidak lolos verifikasi. 

"Kalau gak berhasil di gelombang sebelumnya bisa daftar lagi di gelombang selanjutnya. Tapi masa sampai tiga kali," ujarnya. 

Padahal, pemerintah mengatakan akan memprioritaskan masyarakat yang terdampak virus corona seperti kena PHK, dirumahkan, hingga mereka yang berkurang pendapatannya. Mereka yang sudah mendaftarkan dirinya melalui situs resmi www.prakerja.go.id pada gelombang sebelumnya akan diprioritaskan.

"Kami sudah mendapatkan pendataan dari kementerian/lembaga, jadi pekerja yang terdampak itu tetap didahulukan. Mereka dapat kamar khusus atau kuota khusus dari 168.111 (peserta Kartu Prakerja gelombang pertama) itu untuk didahulukan," kata Panji. 

Namun, dia mengakui jumlah peserta tidak sedikit sehingga pemilihan peserta dipilih secara acak oleh sistem yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan program Kartu Prakerja. 

"Kita bisa kembali ke pelajaran statistik, yang paling fair adalah randomisasi karena itu tidak melibatkan diskresi atau subjektivitas. Jadi benar-benar adil dan secara random dan itu secara umum semua dilakukan sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama," jelas Panji.

Baca Juga: Kartu Prakerja Dituding hanya Buang Uang Untungkan Lembaga Pelatihan

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengkritik keras implementasi Kartu Prakerja. "Gak jelas juga sasaranya. Kalau sekarang korban PHK, kan pascakerja. Kebutuhan memang sudah berbeda," kata Bhima.

Menurut dia, program tersebut hanya formalitas dan buang-buang anggaran negara tanpa adanya efek peningkatan mutu SDM. “Jadi banyak yang gak nyambung dan terlihat dipaksakan dengan situasi krisis seperti sekarang, konten atau materi tidak menjawab persoalan,” kata Bhima.

Padahal, anggaran yang dikucurkan tidak main-main, Rp20 triliun secara total. Peserta Kartu Prakerja akan mendapat insentif bantuan pelatihan dengan total Rp3,55 juta tapi tidak semuanya masuk ke kantong peserta.

Insentif itu terdiri dari beberapa item di antaranya insentif penuntasan pelatihan sebesar Rp1 juta. Ini adalah insentif yang dibayarkan ke mitra lembaga pelatihan. Kemudian ada insentif senilai Rp600.000 per bulan yang akan diberikan selama empat bulan bagi peserta.

Selain itu, ada insentif pascapengisian survei evaluasi sebesar Rp50.000 yang akan diberikan sebanyak tiga kali. Insentif tersebut akan ditransfer secara bertahap selama tiga hingga empat bulan melalui dompet digital peserta dalam program Kartu Prakerja.

2. Konsep pelatihan lewat konten online dinilai hanya basa basi dan buang-buang anggaran

Pembelian pelatihan dalam Kartu Prakerja. (Dok. Istimewa)

SY, seorang pekerja yang tengah dirumahkan akibat tempat kerjanya gulung tikar di tengah pandemik, berhasil menjadi peserta Kartu Prakerja gelombang I. Usai dinyatakan lolos verifikasi, SY langsung memilih Skill Academy sebagai mitra pelatihannya.

Dia mengambil Paket Prakerja 'Trik buka usaha cepat untuk pemula'. Paket itu berisi enam kelas dengan materi yang berbeda-beda. "Berhubung hari pertama jadi dapat diskon harga Rp1 juta jadi Rp700 ribu. Sisa saldo Rp300 ribu belum aku pakai lagi," ungkap SY kepada IDN Times

Usai memilih kelas, peserta akan mengikuti pelatihan. Jika telah selesai mengikuti pelatihan dan ujian, akan ada sertifikat dari setiap kelas yang diikuti. "Sertifikat dapat sesuai jumlah kelas yang diikuti. Satu kelas dapat dua sertifikat, sertifikat selesai materi dan sertifikat exam," jelas SY. 

Dia tidak menemui masalah dalam semua proses tersebut. Hanya saja, SY mengeluhkan lambatnya proses pemberian sertifikatnya. "Tunggu sertifikat masuk dashboard (Kartu Prakerja) aja seminggu," tambah dia. 

SY saat ini tinggal menunggu pencairan insentif dari pemerintah. Ia telah menyelesaikan seluruh proses pelatihan. Dirinya berharap insentif bisa masuk sesuai jadwal yang ditetapkan. 

Tapi pada praktiknya, tujuan pemerintah melatih skill peserta melalui pelatihan online perlu dipertanyakan efektivitasnya. Materi pelatihan melalui video nyatanya memang bisa diabaikan. Para peserta bisa mempercepat video pelatihan tersebut hingga ke detik terakhir.

"Bisa di skip-skip videonya," kata SY meski dia tetap menyarankan agar para peserta tetap menyaksikan video tersebut. "Tonton pas poin pentingnya aja. Jadi nanti bisa pas exam (ujian)," imbuhnya.

Senada, ZI yang juga sudah berhasil menjadi peserta Kartu Prakerja gelombang II mengatakan bahwa materi pelatihan bisa di-skip oleh peserta. "Iya bisa (dilewatkan videonya). Saya sudah selesai, tinggal tunggu pencairan insentif aja. Seminggu seharusnya," kata ZI.

Macam-macam konten yang ditawarkan dalam program Kartu Prakerja/ prakerja.go.id

3. Dengan mekanisme yang ada, Kartu Prakerja dinilai tidak akan berpengaruh pada skill

Ilustrasi Kartu Prakerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Praktisi media digital, Agustinus Edy Kristianto, lewat akun Facebook-nya menuangkan pengalaman mengikuti pelatihan online bagi pemegang Kartu Prakerja. Dia menuturkan dengan mudah bisa mengantongi Certificate of Excellence dari Skill Academy by Ruangguru yang ditandatangani CEO Skill Academy Adamas Belva Devara.

Kepada IDN Times, Agus mengatakan sertifikat itu bisa didapat meski ia tidak menyelesaikan video pelatihan yang ada. Ia langsung menjawab 13 pertanyaan dari ujian yang ada.

"Passing grade-nya 55 ya sudah saya isi. Ternyata salah tiga. Saya lolos, saya isi rating, bintang 3, sama kasih komentar. Baru keluar ambil sertifikat. Saya download, yang keluar Certificate of Excellence," kata Agus, Kamis (30/4).

Sertifikat itu menampilkan keterangan bahwa dia telah lulus kursus 'Menulis Naskah Berita Seperti Jurnalis Andal'. Berdasarkan penelusuran IDN Times, kursus itu memiliki nama yang berbeda di daftar konten Skill Academy.

Jika kita menelusuri kata 'jurnalistik', maka yang keluar adalah kursus 'Cari Uang sebagai Penulis Lepas/Jurnalis untuk Media'. Agus mengakui mengikuti kelas yang itu meski di sertifikat tertulis berbeda.

Dia juga mengaku hanya menyelesaikan 8 persen dari total pelatihan sebelum mendapat sertifikat itu. Ia lalu menyelesaikan 100 persen pelatihan dengan menonton video itu pada Rabu (29/4) malam. Itu pun dia banyak melewati video itu hingga ada centang hijau dari daftar video pelatihan yang ada.

"Misal video 10 menit, kita gak perlu lihat 10 menit, kita skip aja. Itu centang hijau sendiri, langsung selesai. Begitu juga video selanjutnya," katanya.

Namun, klaim Agus dibantah oleh karyawan Skill Academy bernama Monica Merly. Ia menyanggahnya melalui kolom komentar postingan milik Agus. 

"Tentang sertifikat, Anda juga menyembunyikan fakta bahwa ada 2 jenis sertifikat di Skill Academy: Sertifikat "Completion" dan sertifikat "Excellence". Sertifikat "Completion": Anda harus selesaikan semua materi 100% terlebih dahulu. Sertifikat "Excellence": Anda harus lulus exam di atas passing grade. Anda mungkin baru dapat Sertifikat "Excellence", tapi belum Sertifikat "Completion”. Dari kami melaporkan setiap hari kedua status peserta (complete dan lulus exam)," tulisnya dalam komen di unggahan Agustinus.

CEO Ruangguru dan Skill Academy Adamas Belva Devara membenarkan pernyataan Monica. Menurutnya, seorang peserta tidak bisa langsung mengerjakan ujian begitu saja. Jika seseorang mengerjakan ujian tanpa mengikuti materi yang ada, akan muncul tulisan "Tolong selesaikan semua materi terlebih dahulu sebelum anda mengikuti ujian (post-test)."

"Ini karyawan saya kemarin komen di FB (Facebook)-nya," katanya. 

Terlepas dari masalah sertifikat, INDEF menilai Kartu Prakerja ini dinilai hanya program yang "diada-adakan" karena dengan mekanisme seperti ini, tidak akan berhasil memastikan peserta mendapatkan pelatihan dengan efektif.

"Dan tidak ada hubungan dengan peningkatan skill masyarakat korban PHK. “Iya gak akan penuhi skill dari industri, jadi mubazir,” kata Bhima kepada IDN Times.

Baca Juga: Kontroversi Kartu Prakerja, Pelatihan Gak Tuntas Bisa Dapat Sertifikat

4. Kompetensi dalam selembar sertifikat

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Kembali lagi ke masalah sertifikat. Agus dalam postingan di Facebook-nya juga mengkritik lahirnya sertifikat pelatihan jurnalistik yang bukan dari pihak yang berkompeten dalam dunia pers seperti Dewan Pers, Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), atau Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta (LP3Y).

"Saya tidak temukan dalam paket video itu bahwa materi video telah di-review atau minimal melibatkan penilaian lembaga-lembaga tersebut di atas. Jadi ada ukurannya menentukan kompetensi itu. Bukan sekadar instrukturnya pernah bekerja sekian lama di media ini, media itu. Pernah di sini dan di situ," kata Agus.

Wakil Ketua Dewan Pers Periode 2019-2022 Hendry Ch Bangun mengatakan pihaknya tidak punya kewenangan merestui boleh tidaknya sebuah lembaga pelatihan jurnalistik. "Tidak ada dalam tugas kami. Yang ada adalah lembaga uji kompetensi wartawan yang penetapannya melalui verifikasi," kata Hendry.

Meski demikian, Hendry menggarisbawahi bahwa sebuah kursus harusnya diatur di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD dan Dikmas) Kementerian Pendidikan.

Masalah sertifikasi ini juga dijelaskan oleh Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari. Dalam acara webinar tentang Kartu Prakerja, Rabu (29/4), Denni mengatakan platform yang bekerja sama dengan Kartu Prakerja hanya menyediakan sertifikat, bukan sertifikasi. Pemerintah tidak bisa menyediakan sertifikasi karena standar yang bisa berubah begitu cepat.

"Sertifikasi ada value. Tapi sekali lagi yang disertifikasi dan di standarisasi apa. Jadi tidak semua kemudian harus disertifikasi dengan cara biasanya seperti BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi)," katanya.

Selain itu, ia mengatakan dalam pelatihan ada yang namanya three in one; two in one; dan only one. Three in one, kata Denni, adalah pelatihan dengan sertifikasi dan juga ada penempatan kerja.

"Tapi tidak diwajibkan semua lembaga ada penempatan. Masing-masing lembaga itu bersaing. Kalau market mereka adalah untuk mereka yang mencari pekerjaan, pasti mereka akan berkolaborasi dengan perusahaan yang akan menyerap lulusan mereka. Ada juga yang hanya butuh sertifikasi seperti pengemudi truk, dia bisa mengemudi tapi tidak punya sertifikasi. Kalau ada yang bisa menyediakan sertifikasinya saja cukup," papar Denni.

INDEF mempertanyakan proses sertifikasi dalam program Kartu Prakerja yang dinilai main-main. "Apalagi video Prakerja nya bisa dipercepat, keluar sertifikat apa bisa dijadikan buat lamaran kerja? Mana perusahaan yang sudah siap menampung 5,6 juta peserta kartu Prakerja?" ujar ekonom INDEF Bhima Yudhistira. 

Dia pun membandingkan dengan konsep Balai Latihan Kerja yang selama ini sudah dikerjakan oleh Kemenaker dengan baik. "Beda kualitas dengan BLK di mana sertifikat menunjukkan keahlian sehingga bisa digunakan untuk melamar kerja. Jadi bisa ditarik kesimpulan hubungan Kartu Prakerja dan kenaikan skill di mata industri rendah sekali," tegas Bhima. 

Konsep upskilling dan reskilling selama ini memang sudah dikerjakan oleh Kemenaker. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengklaim bahwa pelatihan yang diselenggarakan oleh BLK punya hasil yang signifikan.

"60-70 persen mereka itu diterima di pasar kerja. Jadi memang kita melatih berdasarkan kebutuhan, berdasarkan demand, berdasarkan kebutuhan dari pasar," kata Ida dalam wawancara khusus “Kartini di Era Pandemik Virus Corona” dengan IDN Times pada 20 April 2020.

Lembaga BLK--terutama yang dikelola pemerintah pusat, menurutnya, sudah bekerja sama dengan industri. "Jadi kerja sama dalam modulnya, bisa kerja sama untuk instrukturnya, atau dua-duanya. Bisa jadi selama ini memang efektif sampai 70 persen karena kita sinergikan program pelatihan yang ada di BLK dengan industri."

Namun, program Kartu Prakerja di luar kendali Kementerian Ketenagakerjaan. PMO atau pelaksana program ini berada langsung di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian. 

Pihak pelaksana Kartu Prakerja mengatakan masalah sertifikasi saat ini diserahkan kepada pihak platform digital sebagai penyelenggara pelatihan. Ada yang mengeluarkan satu sertifikat ada pula yang lebih dari satu.

"Dari sisi kami. Sertifikat yang diwajibkan adalah peserta mendapatkan bukti tertulis telah mengikuti atau menyelesaikan pelatihan dari lembaga pelatihan," ujar Panji Winanteya Ruky saat dikonfirmasi IDN Times.

Selain itu, Panji pun mengakui program belum bisa dijalankan ideal saat ini. Ke depannya, menurutnya, program ini akan menjadi solusi miss match dunia kerja dengan banyaknya pengangguran yang ada sekarang ini.

"Kami (Kartu Prakerja) sudah direncanakan untuk bekerja sama dengan industri dan pasar kerja untuk mengetahui skill apa saja sekarang dan di masa depan. Tenaga kerja apa yang dibutuhkan sekarang dan masa depan," kata Panji.

Dia mengakui tidak semua konsep yang dirancang bisa dilaksanakan saat pandemik seperti saat ini. Misalnya, bentuk pelatihan saat ini hanya sebatas online padahal idealnya ada pelatihan offline seperti yang dilaksanakan BLK.

"Sekarang ini lebih karena merespons pandemik sehingga misal pilihannya terbatas online. Gak mungkin kita kumpulkan masyarakat karena nanti ada penularan. Jadi sementara online dulu, sebentar lagi offline pun akan tersedia. Semua bisa masuk," tambahnya.

Baca Juga: Pengamat: Ada Aroma Politis di Kartu Prakerja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya