Naiknya Cukai Tak Terbukti Kurangi Konsumsi Rokok
Cukai rokok akan mengalami kenaikan 23 persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah telah memastikan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dipastikan naik sebesar 23 persen dan mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Kenaikan itu juga diikuti oleh harga jual eceran (HJE) yang ikut naik sebesar 35 persen.
Kenaikan ini tentu berimbas besar pada industri dan para pengisap rokok. Penjualan berpotensi menurun akibat harga jualnya yang melejit.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kenaikan tersebut masih terlalu tinggi bagi industri rokok. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya kira masih terlalu tinggi (kenaikannya), kalau melihat pengalaman 2017 ke 2018, kenaikan rata-rata sekitar 11 persen. Jadi, ini memang sekarang dua kali lipatnya," ujarnya kepada IDN Times, belum lama ini.
Lalu, seberapa besar dampak kenaikan cukai ini ke industri rokok?
Baca Juga: Pemasukan Pemerintah Diprediksi Rp179 T dari Kenaikan Cukai Rokok
1. Industri dan konsumen terdampak
Kenaikan itu, kata Tauhid melanjutkan, jelas akan berdampak pada industri dan konsumen. Menurutnya, golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) bisa di atas 23 persen kenaikannya, sementara Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) di bawah 23 persen.
"Karena ada komponen lokal yang lebih tinggi. Implikasinya jelas konsumsi rokok akan berkurang, industri (rokok) akan mengubah strategi bisnisnya, baik marketing, jumlah batang per pak, hingga daerah pasarnya," jelas Tauhid.
Bahkan, tenaga kerja yang berada di industri rokok juga berpotensi ikut terdampak.
Editor’s picks
"Khususnya pelaku usaha pada SKT golongan I," katanya menambahkan.
Baca Juga: Awal Tahun Depan, Tarif Cukai Rokok Naik 23 Persen