TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Selama Periode Pertama, Jokowi Keluarkan 5 Kebijakan Plin-plan Ini

Jangan diulang di periode dua ya, Pak

Biro Pers Kepresidenan

Jakarta, IDN Times - Joko "Jokowi" Widodo segera dilantik kembali sebagai Presiden Indonesia terpilih periode 2019-2024 bersama Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin, besok (20/10). Banyak harapan yang dititipkan kepada keduanya untuk kemajuan Indonesia lima tahun mendatang.

Bagi Jokowi, pelantikan ini menandakan periode kedua sekaligus yang terakhir baginya sebagai orang nomor satu di Indonesia. Sejumlah kebijakan positif bagi kemajuan Indonesia telah dilakukan oleh mantan Wali Kota Solo ini di periode pertamanya.

Tapi, ada juga beberapa kebijakan pemerintah yang dipertanyakan publik dan dinilai tak dipikirkan secara matang. Pasalnya, sejumlah kebijakan ini tiba-tiba diubah secara dalam singkat. IDN Times merangkum beberapa kebijakan 'plin-plan' Jokowi di periode pertamanya.

Baca Juga: Ekonom Sebut Kebijakan Kartu Pra Kerja Jokowi Kecepetan!

1. Pembatalan kenaikan harga BBM premium

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Sebagian masyarakat mungkin ingat betul pada Oktober 2018, atau tepatnya saat pagelaran International Monetary Fund (IMF) World Bank di Nusa Dua, Bali, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga BBM premium. Pemicunya, harga acuan minyak dunia sudah berada di atas US$80 per barel.

"Untuk Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) harga per liter jadi Rp7.000. Sementara di luar Jamali jadi Rp6.900," kata Jonan saat itu.

Selang beberapa jam, anak buah Jonan di Kementerian ESDM mengumumkan bahwa kenaikan itu batal. Pengumuman itu dikeluarkan atas arahan Presiden Jokowi.

2. Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI)

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Pada 2018, Pemerintah Jokowi-JK memutuskan untuk merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang telah diterbitkan sebelumnya pada 2016. Dalam revisi itu, ada 54 kegiatan usaha yang dikeluarkan dari DNI. Dari 54 bidang usaha, hanya 25 di antaranya yang bisa menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara penuh atau 100 persen.

Lewat relaksasi tersebut, pemerintah berharap Penanaman Modal Asing (PMA) bisa ditingkatkan di Indonesia, dan dapat menekan defisit transaksi berjalan pada saat itu.

Sayangnya, kebijakan itu malah menuai pro dan kontra. Para pengusaha cukup vokal dalam menyuarakan kebijakan tersebut. Mereka menilai kebijakan tersebut minim sosialisasi sehingga berpotensi menimbulkan kerancuan di kalangan dunia usaha.

Hingga akhirnya Presiden Jokowi membatalkan rencana relaksasi DNI untuk sektor usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) dari paket kebijakan ekonomi ke-XVI. Keputusan tersebut dia sampaikan dalam acara penutupan Rakornas Kadin di Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Kamis (28/11).

3. Tarik ulur cuti lebaran

IDN Times/Rangga Erfizal

Hal ini bermula saat pemerintah lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri menyepakati penambahan libur lebaran dari sebelumnya 4 hari menjadi 7 hari atau ditetapkan pada 11 Juni-20 Juni 2018. Kesepakatan itu ditandatangani oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri, dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur.

Panjangnya waktu libur tersebut mendapat protes dari para pelaku usaha. Mereka menganggap keputusan tersebut bakal mengurangi produktivitas dunia usaha. Pemerintah pun meresponnya dengan berencana melakukan revisi SKB tersebut.

Niat itu justru malah menjadi boomerang. Masyarakat geger dengan rencana tersebut. Masyarakat merasa dirugikan lantaran telah memesan tiket transportasi untuk mudik lebaran 2018. Hingga akhirnya, rencana revisi itu dibatalkan. Meski tidak jadi direvisi, namun pemerintah dianggap plin-plan pada saat itu.

Baca Juga: Jokowi Masih Punya PR Benahi Produksi Migas

4. Aturan e-commerce

IDN Times/Arief Rahmat

Pada Januari 2019, pemerintah mengeluarkan aturan pengenaan pajak bagi pelaku e-commerce. Dalam aturan itu para pelaku e-commerce diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal itu kemudian menjadi kontroversi.

Tidak lama setelah itu, Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi. Mereka menegaskan bahwa para pelaku e-commerce tidak wajib memiliki NPWP. Keputusan ini juga merupakan hasil dari pertemuan dengan pelaku usaha.

“Pertemuan menyepakati semangat utama dan substansi bahwa pedagang/merchant tidak diwajibkan untuk ber-NPWP saat mendaftarkan diri di platform marketplace,” kata Kepala Biro Layanan Komunikasi dan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti.

Baca Juga: Membedah Kebijakan dan Plus-Minus Penggunaan Biodiesel di Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya