TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sri Mulyani Pelajari Dampak Pelemahan Yuan ke Ekonomi Indonesia

Pelemahan yuan berpotensi menimbulkan currency war

Menteri Keuangan, Sri Mulyani. IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Jakarta, IDN Times - Mata uang Tiongkok, Yuan terus mengalami pelemahan. Hal itu jadi sinyal buruk lantaran bisa berdampak bagi perekonomian Indonesia. Pelemahan itu terjadi lantaran Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) melakukan mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS.

PBoC secara konsisten melakukan depresiasi hingga nilai tengah kurs yuan melawan dolar AS yang ditetapkan terakhir sebesar 7,0136 per dolar AS pada Jumat (9/8). Ada dugaan jika pemerintah Tiongkok melakukan depresiasi sebagai bentuk balasan atas serangan tarif dari pemerintah Trump.

Menanggapi depresiasi Yuan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah masih mempelajari dinamika yang tengah terjadi. Selain itu, Presiden Jokowi juga memberikan konstruksi kepada menteri-menteri ekonomi untuk mempelajari berbagai kemungkinan yang bakal berdampak bagi perekonomian Indonesia. 

"Ya pertama kita perlu untuk memahami dinamika ini, karakternya seperti apa. Sehingga juga untuk ekonomi Indonesia kita memahami bagaimana implikasi dan kemungkinan terjadinya risiko," ujarnya di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/8).

Baca Juga: Perang Dagang Kian Panas, Modal Asing Masuk Capai Rp179,6 Triliun

1. Kemungkinan terjadinya currency war

Ilustrasi dolar (Pixabay)

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, dirinya bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga akan mempelajari perkembangan nilai tukar yuan dalam beberapa waktu terakhir. Dia ingin memastikan apakah dinamika yang terjadi saat ini bakal berdampak pada perang nilai tukar atau currency war.

"Perkembangan terakhir di mana mereka menembus 7 Yuan per dolar AS itu. Apakah itu dianggap sebagai suatu awal dari terjadinya persaingan dari sisi currency," kata dia.

2. Sri Mulyani juga bahas dinamika kebijakan AS

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Tidak hanya fokus pada dinamika yang terjadi di Tiongkok, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyampaikan kepada menteri ekonomi serta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo terkait dinamika dari kebijakan Amerika Serikat. 

"Yakni antara Federal Reserve, kemudian trade policy-nya President Trump. Dan juga risiko yang muncul dari beberapa negara emerging lain, seperti Argentina, Brasil, Meksiko, Hongkong. Dengan melihat itu semua kita membahas bagaimana respons yang terbaik bagi Indonesia," ungkapnya. 

Baca Juga: Perang Dagang, AS Tuding Tiongkok sebagai Manipulator Mata Uang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya