TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Cara Dapat Dana dari Investor untuk Bangun Startup Hijau

Yuk buat startup hijau dan dapat investor dengan cara ini

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Perusahaan rintisan hijau alias startup hijau merupakan usaha yang memiliki target di tiga area, yaitu people, profit, dan planet. Impact Investment Lead dari Angel Investment Network Indonesia (ANGIN), Atika Benedikta mengatakan startup hijau memang perlu punya revenue generation tapi juga tidak merusak atau bahkan memberi dampak positif terhadap lingkungan dan manusia.

Sayangnya tidak mudah bagi startup, apalagi startup hijau mendapatkan investor.

“Karena tipe sektor yang berbeda, misalnya ada energi dan ada consumer good, maka Anda perlu cari tahu siapa investor yang sudah familiar di sektor tersebut,” kata Atika dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Sabtu(19/2/2022).

Nah, berikut ini adalah lima cara dapat dana dari investor.

Baca Juga: Apa Itu Startup Hijau? Yuk, Kenali Konsep dan Manfaatnya

1. Pahami dulu kebutuhan kamu

Ilustrasi lingkungan (IDN Times/Mardya Shakti)

Di dunia bisnis terdapat berbagai macam tipe pendanaan. Atika bercerita, ANGIN mengarahkan startup hijau untuk mendapatkan pembiayaan dari angel investor (investor individu) yang nantinya mengarah pada venture capital. Tapi, selain itu, terdapat tipe pendanaan lain, seperti microfinance atau working capital loan (kredit modal kerja). Karena itu, kamu perlu menyesuaikan kebutuhan usaha dan tipe pendanaan yang tersedia.

“Pastikan kamu tahu benar membutuhkan modal untuk apa. Mungkin saja startup kamu lebih tepat mendapatkan dana dari kredit modal kerja, bukan dari angel investor, karena kamu membutuhkan dana besar untuk produksi,” kata Atika.

Ia mengamati, salah satu faktor yang membuat sebuah startup tidak mendapatkan pembiayaan adalah capital mismatched. Misalnya, kamu membutuhkan modal besar karena perlu membeli mesin yang sangat mahal. Tapi, investor yang tersedia sekarang bukan investor untuk mesin, melainkan investor yang melihat pertumbuhan teknologi digitalnya.

“Bukan salah siapa-siapa, hanya berbeda kebutuhan saja. Jadi, kamu perlu mencari investor yang bisa mengubah gaya investasinya,” kata Atika.

Baca Juga: 5 Cara Menjadi Marketing Startup yang Andal

2. Cari tahu investor yang bergerak di sektor yang kamu geluti

ilustrasi investor (IDN Times/Aditya Pratama)

Jenis usaha yang termasuk dalam sektor hijau terbilang luas. Sejumlah perusahaan sudah jelas fokus pada solusi lingkungan, misalnya waste management, agrikultur berkelanjutan, dan energi terbarukan. Tapi, ada juga startup yang dikategorikan sebagai startup hijau, meskipun inti bisnisnya bukan pada penanganan isu lingkungan. Misalnya, produk fashion yang prosesnya pembuatannya menggunakan pewarna natural dan proses pengolahan limbahnya tidak merusak lingkungan.

“Karena tipe sektor yang berbeda, misalnya ada energi dan ada consumer good, maka kamu perlu cari tahu siapa investor yang sudah familiar di sektor tersebut,” kata Atika.

Selain itu, pahami juga tipe investornya. Kalau startup kamu menawarkan solusi jangka panjang yang membutuhkan dana besar dalam jangka panjang juga, artinya tidak cocok dengan investor yang menginginkan pertumbuhan bisnis jangka pendek dan dalam waktu cepat.

3. Pastikan kamu punya tim yang tepat

Ilustrasi Bekerja dalam tenggat waktu (IDN Times/Arief Rahmat)

Investor akan melihat apakah anggota tim di balik sebuah startup adalah orang-orang yang tepat, termasuk pendirinya. Atika mengatakan para investor akan menggali, apakah pendiri startup ini merupakan orang yang tepat? Apakah ada expert yang mengerti soal sektor hijau?

Apakah ada key people yang punya akses menuju sumber daya bahan baku? Karena usahanya bersifat hijau, maka bahan bakunya tentu akan dipilah. Apakah ada anggota tim yang punya akses ke market? Apakah tim mengerti perilaku konsumen yang percaya pada solusi hijau yang ditawarkan?

Atika menyarankan, founder sebuah startup hijau sebaiknya tidak satu orang. Karena, dia tidak bisa melakukan semuanya sendirian saja.

"Misalnya, kamu berminat untuk bergerak di pengelolaan sampah, tapi bukan ahli di bidang tersebut. Diperlukan co-founder untuk mengisi skill yang tidak kamu miliki. Jadi, untuk mendirikan startup hijau, kamu tak perlu jadi ahli di sektor hijau, tapi bisa menjalin kemitraan dengan co-founder yang punya kesamaan visi," katanta menjelaskan.

Baca Juga: 7 Langkah Mudah Memulai Bisnis Mebel untuk Pemula

4. Siapkan bisnis model yang tepat

http://glcworld.co.id/penjelasan-business-model-canvas/

Menurut Atika, startup punya sifat yang berbeda dari UKM konvensional. Jika bicara soal startup, artinya ada ekspektasi dalam hal high growth mindset. Sementara itu, UKM cenderung lebih stabil, karena yang ditekankan adalah perputaran uang. Investor juga akan melihat seperti apa business model yang dirancang.

Ia bercerita, sejumlah startup hijau masih mengandalkan hibah dalam menjalankan proyeknya. Karena, sektor waste dan energi punya tipe pembeli yang berbeda dibandingkan pembeli consumer product.

“Untuk pilot project, mereka membutuhkan dana besar sehingga kemudian mengandalkan hibah. Tapi, sampai kapan mau mengandalkan hibah? Kalau terus-menerus mengandalkan hibah, artinya proyek itu bukan bisnis. Karena itu, kamu perlu merancang model bisnis yang tepat tentang rencana di masa mendatang agar bisa mandiri,” katanya.

Atika menegaskan, model bisnis startup hijau harus berkelanjutan dari dua sisi. Secara bisnis, akan ada repeat buying. Sementara itu, secara lestari, punya dampak positif terhadap manusia dan planet.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya