TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Alokasi Dana R&D Kecil, Kepala Bappenas: Kita Butuh Peran Swasta 

Indonesia masih kalah jauh untuk R&D dibanding Singapura

IDN Times/Uni Lubis

Jakarta, IDN Times - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebut alokasi dana riset dan pengembangan (research & development/ R&D) Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau yang juga biasa disebut Gross Domestic Product (GDP) hanya 0,40 persen.

“Memang yang dihitung ini cuma anggaran pemerintah. Tapi sebelum sampai tahun 2045, di sini memang kadang-kadang ada kesalahan paradigma, seolah-olah memperbesar (alokasi) R&D adalah hanya akan memperbesar APBN,” kata Bambang di rumah dinasnya di Jalan Denpasar, Jakarta, Sabtu (16/2).

Lalu bagaimana caranya untuk mendorong alokasi dana R&D itu? Salah satunya adalah melibatkan peran swasta. Seperti apa?

Baca Juga: Jokowi Akan Bentuk Badan Riset untuk Tampung Gagasan Millennial

1. Di negara maju, peran R&D didorong oleh pihak swasta

Bukalapak

Untuk mendorong alokasi dana R&D yang tergolong kecil itu, Bambang meminta peran swasta terus ditingkatkan. Menurutnya di banyak negara terutama negara maju, R&D itu sebagian besar didorong oleh pihak swasta.

“Swasta melakukan kenapa?  Untuk kepentingan bisnisnya. Mungkin dia tidak di R-nya tapi di D-nya paling tidak. Tapi kalo ada D itu pasti butuh R, gak mungkin kita bisa bikin product development, kalau tidak ada basis dari basic research atau apply research,” jelas Bambang.

2. Target pemerintah untuk alokasi dana R&D hingga 2 persen

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Bambang mengatakan bahwa pemerintah memiliki target hingga 2 persen untuk alokasi dana R&D agar Indonesia bisa menyusul negara maju. Dengan pelibatan pihak swasta, pemerintah bisa mengarahkan apa yang menjadi keunggulan Indonesia. “Sementara yang kita identifikasi ini kemaritiman, biodiversity, material science, sama studi kebencanaan,” ujarnya.

3. Peluang dan kesempatan R&D dalam bidang kebencanaan

Ilustrasi (greeners.co)

Indonesia banyak daerah rawan bencana, namun hal itu bisa berbalik menjadi keuntungan dalam pengembangan R&D di Indonesia. Indonesia, kata Bambang, bisa mencontoh Jepang.

“Kita memang daerah rawan bencana tapi kita juga harus jadi ahlinya, sama seperti Jepang. Kalau kita tanya siapa ahli tsunami di dunia, mayoritas tetap orang Jepang. Kenapa? Karena mereka kerap alami tsunami, kan tsunami gak datang dari negara Swiss,” papar Bambang.

“Indonesia apalagi, sekarang ini kita sudah jelas daerah rawan gempa, rawan tsunami, jadi ahli kebencanaan harusnya datang dari kita. Jadi perubahan iptek yang kita dorong adalah peningkatan peran swasta,” imbuhnya.

4. Sayangnya, Indonesia masih kalah jauh dari Singapura soal R&D

unsplash.com/fancycrave

Ironisnya, Bambang mengatakan bahwa kita masih kalah jauh dari Singapura dalam mendorong R&D. Sebagai pasar terbesar, Indonesia malah kalah dari Singapura sebagai pusat R&D yang paling efektif di Asia Tenggara. Banyak perusahaan yang memilih Singapura sebagai lokasi bisnisnya dibanding di Indonesia.

“Ini yang merupakan kelemahan kita, makanya kebanyakan investor asing terutama di manufacturing, kebanyakan ke kita sifatnya memang real processing, cuma processing, assembling, dan lain-lain hampir tidak ada product development,” kata Bambang.

Lalu kenapa banyak perusahaan ‘lari’ ke Singapura? Masalahnya adalah di insentif.

“Karena memang ya Singapura juga pemerintahannya lebih mudah mengatur segalanya, sehingga ketika bicara misalkan R&D, ketika kita mau mikir double reduction. Double reduction itu artinya kalau kita spend 100 untuk R&D maka nanti untuk pajak kita dikuranginnya bukan 100 tapi 200. Jadi mengurangi pajaknya signifikan,” jelas Bambang.

Baca Juga: Pro dan Kontra Cuitan Bos Bukalapak Soal Dana Riset

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya