TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ini Strategi Pemerintah Jaga Peringkat Utang Tidak Jeblok Tahun Depan

Masalah utang tidak cuma dialami di Indonesia saja

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Dok.IDN Times/Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan berupaya menjaga credit rating (peringkat kredit atau peringkat utang) Indonesia pada 2021 agar tidak turun. Hal itu perlu dilakukan di tengah ketidakpastian akibat pandemik COVID-19.

"Sehingga bisa masuk emerging market yang bertahan dalam rating cukup baik meski seluruh dunia banyak mengalami downgrade rating oleh Moody's and rating agency lain," kata Sri Mulyani pada konferensi pers pada Selasa (29/9/2020).

Lalu, apa langkah pemerintah?

Baca Juga: Utang Luar Negeri RI Tembus Rp6.357 Triliun, Berapa Utang Pemerintah?

1. Penerbitan SBN dan SBSN

Ilustrasi Utang (IDN Times/Mardya Shakti)

Salah satu yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Untuk tahun depan SBN akan diterbitkan di angka Rp1.207,3 triliun. Angka itu naik dari APBN 2020 sesuai Perpres 72/2020 di angka Rp1.173,7 triliun.

"Untuk tahun depan SBSN kita akan dijaga dan kita berharap suasana kondisi dunia tetap baik. Kita berusaha untuk terus menunjukkan komitmen menjaga APBN kita. Sehingga bisa merespons kondisi extraordinary tapi tetap ,menjaga APBN sehat dan sustainable," katanya.

2. Libatkan Bank Indonesia

Ilustrasi Logo Bank Indonesia. bi.go.id

Selain lelang SBN, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga akan mengoptimalikan lelang SBN dengan menggandeng Bank Indonesia (BI). "BI tetap partisipasi seperti dalam SKB Gubernur BI dan Menkeu Nomor 1 Tahun 2020," katanya.

Selain itu, pemerintah juga akan menerbitkan SBN ritel. "Kemudian pinjaman dan melakukan issue dalam (bentuk) ritel," katanya.

3. Tidak cuma terjadi di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Mendikbud Nadiem Makarim. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut penurunan peringkat ini bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga oleh sejumlah negara lain. Akibatnya, utang mereka menjadi lebih berat.

"Emerging market lain langsung mengalami kemerosotan rating karena suasana COVID-19 meningkatkan beban utang mereka," katanya.

Baca Juga: Tumbang di 2020, Menkeu Pede Ekonomi Indonesia Tumbuh 5 Persen di 2021

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya