Pemerintah Diminta Evaluasi Harga Beras, Lindungi Petani dan Konsumen
Serapan Bulog menurun karena petani lebih memilih swasta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah dinilai perlu mengevaluasi kebijakan harga beras untuk melindungi petani dan konsumen. Menurut Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, mahalnya harga jual di tingkat konsumen sama sekali tidak dinikmati oleh petani.
"Di saat yang bersamaan, konsumen juga rentan terhadap kenaikan harga beras yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Padahal, beras merupakan makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia," ungkap Felippa dalam keterangan tertulis, Selasa (16/2/2021).
Baca Juga: Beras dan Rokok Jadi Memperburuk Garis Kemiskinan di RI
Konsumsi beras per kapita nasional berada di angka 97,6 kilogram pada tahun 2017. Angka ini lebih tinggi daripada rata-rata konsumsi tahunan jagung dan kentang sebagai pengganti karbohidrat yang tercatat sebesar hanya 2 kilogram (Arifin, et al., 2018) dan 2,6 kilogram per kapita berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) pada 2017. Angka tersebut kemudian menjadi konsumsi beras tahunan sekitar 29,13 juta ton di tahun 2017, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Saat ini pemerintah memberlakukan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG). Kebijakan yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 09 Tahun 2002 ini melarang pembelian beras dari petani di bawah harga yang ditetapkan. Harga Pembelian Pemerintah bertujuan untuk melindungi petani, terutama ketika pasokan melimpah saat masa panen. Harga yang ditetapkan telah disesuaikan secara berkala mengikuti peraturan yang ada.
Kebijakan lainnya adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras yang sudah digiling. Kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017 ini bertujuan untuk menghindari kenaikan harga beras yang tidak diduga. Peraturan tersebut kemudian direvisi dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2017 untuk mengakomodasi keragaman pasar beras di Indonesia dengan memasukkan berbagai tipe, kualitas, dan perbedaan harga beras antar wilayah.
"Kebijakan-kebijakan tadi berkaitan dengan bagaimana Bulog mengelola stok beras nasional. Bulog harus berkompetisi dengan pihak swasta untuk membeli GKP, GKG dan beras giling dari petani dengan harga pasar," kata Felippa.
1. Bulog harus berkompetisi dengan pihak swasta untuk beras dengan harga pasar
Baca Juga: Defisit Beras, Riau Berupaya Genjot Produksi Hingga 4 Tahun ke Depan