Rio Tinto dan Indocopper di Balik Kerumitan Divestasi Freeport
Tiga langkah rumit kuasai Freeport Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sudah 50 tahun tambang emas di Papua dikuasai perusahaan asing. Mimpi Indonesia untuk mengambil alih PT Freeport Indonesia (FI) perlahan-lahan menemui titik terang.
Penandatangan pokok-pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) antara Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan perusahaan berbasis di Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc (FCX), pekan lalu menjadi lompatan besar bagi Indonesia. Meski masih perjanjian awal, namun HoA itu bisa menjadi batu pijakan pemerintah untuk melanjutkan proses divestasi saham PT FI.
Berbicara soal saham PT FI, ternyata kita tidak boleh mengesampingkan PT Rio Tinto Indonesia dan PT Indocopper Investama. Dua perusahaan ini menjadi penting karena akan terlibat dalam langkah selanjutnya yang wajib dilakukan Inalum.
Pada Selasa (17/7), Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin pun menjelaskan tiga langkah rumit yang melibatkan dua perusahaan itu, kepada wartawan di kantornya:
Baca juga: Blak-blakan, Dirut Inalum Jawab Pertanyaan Soal Freeport
Porsi 40 persen itu juga hanya berlaku jika produksi PT FI di atas 118 ribu ton per hari (metal strip) karena Rio Tinto tidak ikut serta sejak awal eksplorasi tambang PT FI. Hak itu baru penuh setelah tahun 2022. Kala itu, Rio Tinto baru memperoleh 40 persen hasil penjualan tambang PT FI tanpa ada batasan lagi hingga tahun 2041.
Nah, hak partisipasi Rio Tinto itulah yang akan dibeli Inalum dengan tunai.
1. Inalum membeli hak partisipasi Rio Tinto
Participating interest ini melekat pada Rio Tinto setelah perusahaan multinasional berbasis di Inggris dan Australia itu sepakat membentuk usaha bersama (joint venture) dengan FCX dan FI tahun 1995 dan diteken 1996. Dalam kerja sama itu, Rio Tinto setuju mendanai biaya eksplorasi Freeport Indonesia.
Mekanisme hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat joint venture itu sangat kompleks. Namun secara garis besar, Rio Tinto kemudian berhak menerima hasil produksi tambang dengan porsi 40 persen hingga tahun 2022.
Baca juga: Cara Presiden Jokowi Bungkam Komentar Miring Soal Divestasi Freeport