TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rio Tinto dan Indocopper di Balik Kerumitan Divestasi Freeport

Tiga langkah rumit kuasai Freeport Indonesia

Wikimedia/Alfindra Primaldhi

Jakarta, IDN Times - Sudah 50 tahun tambang emas di Papua dikuasai perusahaan asing. Mimpi Indonesia untuk mengambil alih PT Freeport Indonesia (FI) perlahan-lahan menemui titik terang. 

Penandatangan pokok-pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) antara Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan perusahaan berbasis di Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc (FCX), pekan lalu menjadi lompatan besar bagi Indonesia. Meski masih perjanjian awal, namun HoA itu bisa menjadi batu pijakan pemerintah untuk melanjutkan proses divestasi saham PT FI. 

Berbicara soal saham PT FI, ternyata kita tidak boleh mengesampingkan PT Rio Tinto Indonesia dan PT Indocopper Investama. Dua perusahaan ini menjadi penting karena akan terlibat dalam langkah selanjutnya yang wajib dilakukan Inalum.

Pada Selasa (17/7), Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin pun menjelaskan tiga langkah rumit yang melibatkan dua perusahaan itu, kepada wartawan di kantornya: 

Baca juga: Blak-blakan, Dirut Inalum Jawab Pertanyaan Soal Freeport

Porsi 40 persen itu juga hanya berlaku jika produksi PT FI di atas 118 ribu ton per hari (metal strip) karena Rio Tinto tidak ikut serta sejak awal eksplorasi tambang PT FI. Hak itu baru penuh setelah tahun 2022. Kala itu, Rio Tinto baru memperoleh 40 persen hasil penjualan tambang PT FI tanpa ada batasan lagi hingga tahun 2041. 

Nah, hak partisipasi Rio Tinto itulah yang akan dibeli Inalum dengan tunai. 

1. Inalum membeli hak partisipasi Rio Tinto

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Participating interest ini melekat pada Rio Tinto setelah perusahaan multinasional berbasis di Inggris dan Australia itu sepakat membentuk usaha bersama (joint venture) dengan FCX dan FI tahun 1995 dan diteken 1996. Dalam kerja sama itu, Rio Tinto setuju mendanai biaya eksplorasi Freeport Indonesia.

Mekanisme hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat joint venture itu sangat kompleks. Namun secara garis besar, Rio Tinto kemudian berhak menerima hasil produksi tambang dengan porsi 40 persen hingga tahun 2022. 

2. Hak partisipasi dari Rio Tinto diubah menjadi saham

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Setelah dibeli, hak partisipasi dari Rio Tinto akan diubah menjadi saham di PT FI. "Jadi, yang bagian ini non-cash," kata Budi.

Dia mengungkap, setelah langkah kedua--berupa konversi dan penyesuaian saham di PT FI paska Rio Tinto ini--saham Inalum akan naik signifikan. Dari awalnya hanya 9,36 persen, saham Inalum akan menjadi 45,62 persen. 

Namun untuk menguasai mayoritas saham PT FI, itu belum cukup. Inilah kemudian mengapa dilakukan langkah ketiga. 

3. Inalum membeli 100 persen saham PT Indocopper Investama

IDN Times/Uni Lubis

Saat ini, Indocopper memiliki saham sebesar 9,36 persen saham PT FI. Proses pembelian saham ini juga tak kalah kompleks karena sebetulnya Indocopper dikuasai sepenuhnya oleh FCX.

Jadi, Inalum nantinya akan membeli 100 persen saham Indocopper dari FCX. Untuk langkah ini, Inalum membayar US$350 juta. "Ini cash," kata Budi.

Jika tak ada aral, Inalum bisa menjadi pemegang saham mayoritas di PT FI dalam hitungan bulan ke depan. Sebelumnya, Pemerintah menargetkan akan menyelesaikan semua transaksi jual beli saham ini akhir 2018. 

Baca juga: Cara Presiden Jokowi Bungkam Komentar Miring Soal Divestasi Freeport

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya