Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa, (8/5), nilai tukar rupiah dikabarkan terus melemah hingga tembus angka Rp 14.052. Hal ini mulai memicu kekhawatiran karena grafiknya menurun dari hari sebelumnya yang berbeda 51 poin. Namun tak perlu panik untuk menyikapinya, karena 5 hal ini bisa kamu lakukan dalam kondisi seperti saat ini.
1. Ngerem belanja barang impor
Unsplash.com/Thomas Lefebvre Kalau kamu selama ini termasuk konsumtif terhadap barang-barang impor, terutama secara online, nampaknya hal ini perlu di-rem sementara waktu. Berhubung nilai tukar mata uang kita kian turun, otomatis barang yang dibanderol dengan harga dolar akan makin mahal jika dikonversi ke rupiah.
2. Memacu kegiatan ekspor
Unsplash.com/Aman Bhargava Kalau flow impor menjadi lebih sulit, kondisi ini bisa digunakan untuk menaikkan nilai jual ke luar negeri atau ekspor. Naiknya kurs dolar terhadap hampir seluruh mata uang lainnya di dunia menyebabkan peluang industri Indonesia dilirik pasar asing jadi lebih besar.
"Keadaan ini bisa menguntungkan kalau depresiasi rupiah bisa direspons secara cepat oleh sektor industri kita, karena ekspor yang meningkat. Mestinya harga komoditas bisa dianggap lebih murah di mata konsumen luar negeri," ujar Agus Eko, ekonom dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat dihubungi IDN Times, Selasa malam.
Untuk bidang usaha kecil dan menengah, bisa juga memanfaatkan momentum ini untuk mendorong kegiatan ekspor. Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang meroket akan meningkatkan daya jual.
Baca juga: Kurs Rupiah Tembus di Atas Rp 14 Ribu, Indonesia Dinilai Bukan yang Terparah
3. Untuk pelaku UMKM: dibanding menaikkan harga, lebih baik menekan biaya produksi
Unsplash.com/Clem Onojeghuo Salah satu dampak yang mungkin timbul dari kejadian ini adalah naiknya harga pasaran dan kebutuhan hingga ke tingkat UMKM. Terutama mereka yang memanfaatkan bahan baku impor, baik pengimpor langsung atau tangan kedua.
Untuk menutup tingginya biaya produksi, mengatrol harga jual seringkali dipilih jadi solusi. Padahal kenaikan harga yang tak terkendali bisa berbuntut tingginya inflasi, sehingga keadaan ekonomi di Indonesia makin tak stabil.
"Banyak UMKM kita yang mengandalkan bahan baku dari sejumlah komunitas impor, misalkan bahan tekstil atau metal. Hal ini mempengaruhi biaya produksi yang juga naik," tutur Agus Eko. "Apalagi kalau mereka hanya bermain di pasar domestik dan tidak bisa mendapatkan nilai exchange rate dengan ekspor."
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Untuk itu, jalan alternatif perlu dicari sebelum memutuskan kenaikan harga. Misalnya dengan menekan biaya produksi, mengurangi porsi, mencari opsi bahan baku lain, dan sebagainya.
4. Melakukan transaksi di dalam negeri secara normal
Unsplash.com/Dave Takisaki Sebagai konsumen, kita tetap bisa berkontribusi dalam stabilitas ekonomi. Agus mengatakan, pola transaksi dan konsumsi di masyarakat turut mempengaruhi inflasi.
Meskipun dalam kasus terburuk harga kebutuhan pokok akan naik karena pelemahan kurs, selama daya beli masyarakat stabil dan baik, harusnya tak sampai menjadi masalah. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar seharusnya tak sampai menimbulkan ketakutan atau kepanikan sosial di masyarakat.
"Di sini pemerintah harus bisa memastikan kepada masyarakat secara keseluruhan bahwa ini sifatnya temporer," ujar Agus. "Tak perlu adanya penundaan konsumsi akibat hal ini. Transaksi harus berjalan normal dan semuanya diawali dari pemerintah."
Ia menambahkan ketahanan ekonomi di Indonesia yang relatif baik bisa dilihat dari daya beli masyarakatnya. Apalagi jelang bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, di mana pola konsumsi orang cenderung irasional untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan.
Baca juga: Rupiah Tembus di Atas Rp 14 Ribu, Ini 10 Dampak yang Bisa Kita Rasakan