Startup Hadapi Masa Tech Slowdown, Apa Penyebabnya?
Startup harus terus berefleksi dan berinovasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Perusahaan teknologi menghadapi kondisi sulit dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, tekanan itu semakin besar dan tidak hanya menggoncang perusahaan rintisan (startup) melainkan juga raksasa teknologi.
PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) menilai kondisi ini sebagai masa tech slowdown. Bagi startup, hal ini tidak lepas dari strategi 'membakar uang' dalam rangka membangun brand untuk menjangkau target pasar mereka. Padahal kini, strategi 'membakar uang' terbukti tidak selalu berhasil karena bisnis startup harus mencari sebuah profitability.
Chief Investment Officer Mandiri Capital, Dennis Pratistha ada dua penyebab utama dunia memasuki masa tech slowdown. Pertama, perusahaan belum melakukan perencanaan masa depan yang tepat. Kedua, perusahaan belum menghasilkan inovasi yang baik.
“Saat ini startup harus fokus kepada inisiatif yang memiliki dampak positif terhadap bottom line untuk memiliki path to profitability dan mencapai self sustain. Tidak lagi growth at any cost,” ujar Dennis dalam diskusi Trends dan Outlook 2023: ‘Opportunities During Tech Slowdown’ di Jakarta pada Rabu (8/2/2022).
Baca Juga: Daftar Startup yang Terkena Badai PHK, Terus Bertambah!
Baca Juga: Mengenal Perusahaan Modal Ventura, Andalan Startup Cari Suntikan Dana
1. Keuntungan startup turun 35 persen
Dennis menyebut modal ventura menjadi sumber pembiayaan besar bagi pengusaha selama satu dekade terakhir dalam mewujudkan misi serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut CB Insights dalam State of Ventures 2022 Report, perusahaan yang didukung modal ventura mendapatkan keuntungan mencapai 415,1 miliar dolar AS di 2022 atau turun 35 persen dari 2021.
Sektor kesehatan digital mengalami penurunan pendanaan paling dalam di 2022 berkurang sekitar 57 persen year on year (yoy). Sedangkan untuk sektor startup ritel turun 52 persen yoy dan startup fintech turun 46 persen yoy.
Berdasarkan wilayah, Asia mengalami kontraksi terbesar dengan biaya pendanaannya berkurang 40 persen yoy dan Eropa dan Amerika Serikat turut melemah 17 persen yoy.