TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Daftar Kontroversi Mendag di Era Jokowi

Mendag Lutfi masuk trending topic karena wacana impor beras

Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Kerja (Raker) Kementerian Perdagangan Tahun 2021 di Istana Negara, Kamis (4/3/2021). (Dok. Kemendag)

Jakarta, IDN Times - Sejak memimpin Indonesia pertama kali pada 2014 hingga sekarang, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memiliki beberapa nama yang mengisi jabatan Menteri Perdagangan (Mendag).

Pos Mendag memang menjadi yang kerap menjadi sasaran reshuflle oleh Jokowi. Tercatat sejak 2014 hingga 2021, Jokowi telah memiliki lima nama berbeda yang mengisi jabatan Mendag.

Pada periode pertamanya sebagai presiden, Jokowi menunjuk Rachmat Gobel, Thomas Lembong, dan Enggartiasto Lukita sebagai Mendag. Kemudian jabatan Mendag pada periode kedua kepemimpinan Jokowi diisi oleh Agus Suparmanto dan Muhammad Lutfi yang masih menjabat hingga kini.

Beberapa dari mereka yang menjadi Mendag juga tak luput dari kontroversi, baik dari segi pernyataan maupun kebijakan. Teranyar, Mendag Muhammad Lutfi yang mengapungkan wacana impor satu juta ton beras.

Berikut ini beberapa kontroversi Mendag di era Presiden Jokowi.

Baca Juga: Kontroversi Impor 1 Juta Ton Beras, Mendag: Salahkan Saya!

1. Larangan penjualan minuman beralkohol oleh Rachmat Gobel

Instagram.com/gobelrachmat

Rachmat Gobel menjadi Mendag selama kurang dari setahun atau tepatnya sejak 27 Oktober 2014 hingga 12 Agustus 2015. Meskipun tidak lama, Gobel sempat membuat kontroversi dengan membuat kebijakan pelarangan minimarket menjual minuman beralkohol alias minuman keras (miras).

Gobel merealisasikan larangan tersebut ke dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Dalam beleid tersebut, Gobel melarang minimarket menjual miras golongan A dengan kadar alkhol di bawah lima persen atau bir. Penjualannya hanya diizinkan di supermarket atau hipermarket dan hanya boleh dikonsumsi di tempat.

Kebijakan itu dikeluarkan Gobel dengan alasan melindungi generasi muda Indonesia dari peredaran miras yang begitu mudah didapat, walaupun harus mengorbankan cukai miras sebesar Rp6 triliun per tahunnya.

Tak heran jika kemudian kebijakan itu menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan asosiasi pengusaha dan kelompok pengusaha miras di Indonesia. Kebijakan tersebut dianggap para asosiasi dan kelompok pengusaha bakal mengurangi pemasukan dari bisnis miras yang dikelola mereka.

Baca Juga: Mendag: Rencana Impor Beras hanya untuk Menambah Stok Dalam Negeri

2. Penambahan kuota impor sapi oleh Thomas Lembong

IDN Times/Auriga Agustina

Thomas Lembong mengisi pos pimpinan Kementerian Perdagangan pada 12 Agustus 2015 untuk menggantikan Mendag sebelumnya, Rachmat Gobel. Sama seperti pendahulunya tersebut, Lembong menjadi Mendag kurang dari setahun setelah pada 26 Juli 2016 terkena reshuffle oleh Presiden Jokowi.

Lembong juga sempat melontarkan kebijakan yang mengundang kontroversi kala itu, yakni menambah kuota impor sapi sebanyak kurang lebih 300 ribu ekor. Hal tersebut dilakukan Lembong dengan dalih menekan harga daging yang naik hingga Rp140 ribu per kilogram waktu.

Namun, kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan Bulog dan Kementerian Pertanian (Kementan) yang menyebutkan bahwa ketersediaan sapi masih cukup untuk memasok pasar dalam negeri.

Tak heran jika kemudian kebijakan Lembong ini memantik perseteruan antara Kemendag dengan Bulog dan Kementan kala itu.

3. Kebijakan impor Enggartiasto Lukita

IDN Times/ Helmi Shemi

Posisi Thomas Lembong sebagai Mendag yang hanya seujung kuku kemudian digantikan oleh Enggartiasto Lukita. Jabatan Mendag yang diemban Enggar berlangsung cukup lama, yakni sejak 27 Juli 2016 hingga 20 Okotober 2019.

Selama hampir tiga tahun menjabat sebagai Mendag, Enggar banyak mengeluarkan pernyataan dan juga kebijakan kontroversial. Enggar bahkan sempat dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi mangkir sehingga membuat publik kala itu bertanya-tanya.

Kontroversi yang paling banyak dibuat Enggar kala menjadi bos di Kemendag adalah terkait kebijakan impornya.

Enggar pernah mengajukan impor 2 juta ton beras pada 2018 yang berujung pada perseteruan antara Kemendag dan Bulog serta Kementan. Baik Bulog dan Kementan kala itu sepakat bahwa Indonesia tidak butuh impor beras mengingat ketersediaan pasokan beras masih lebih dari cukup.

Kebijakan berikutnya dari Enggar yang mengundang kontroversi adalah impor gula sebanyak 3,6 juta ton. Impor tersebut dinilai aneh mengingat kebutuhan gula dalam negeri ketika itu adalah sebanyak 2,8 juta ton dan kemampuan produksi gula petani lokal sudah mampu mencapai 2,2 juta ton.

Berikutnya adalah impor jagung sebanyak 60 ribu ton pada periode Desember 2018 hingga Maret 2019. Kebijakan tersebut menjadi kontroversi lantaran dianggap bakal menjatuhkan harga jual petani jagung lokal yang bakal panen saat Maret.

Kemudian Enggar juga sempat terseret KPK atas temuan dugaan suap impor bawang putih pada 2019 silam. Bersama Kementan, Kemendag sempat terseret dalam kasus tersebut sebagai pihak yang memberikan izin impor dan penentuan kuota impor.

Baca Juga: Mendag Jamin Gak Impor Beras Saat Panen Raya 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya