Di depan Mahasiswa Harvard, Bahlil Curhat Gugatan Uni Eropa ke RI
Uni Eropa menggugat hilirisasi nikel yang dilakukan RI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia curhat soal minimnya dukungan dari negara maju kepada Indonesia yang tengah memperjuangkan industri hilirisasi.
Curhatan itu disampaikan Bahlil kepada 50 mahasiswa Harvard University yang berkunjung ke kantornya pada Senin (9/1/2023).
Awalnya Bahlil bercerita tentang arah kebijakan investasi di Indonesia. Mantan Ketua Hipmi tersebut kemudian menyinggung perihal gugatan Uni Eropa melalui World Trade Organization (WTO) terkait dengan kebijakan pemberhentian ekspor nikel yang dilakukan Pemerintah Indonesia pada 2019 lalu.
"Saya jujur mengatakan, saya bingung dengan cara berpikir dari sebagian negara-negara maju. Ketika Indonesia memperjuangkan untuk hilirisasi memberikan nilai tambah dan kolaborasi dengan pengusaha-pengusaha lokal, sebagian negara-negara tersebut tidak mau. Sementara mereka tahu bahwa sebuah negara berkembang menuju negara maju, salah satu instrumennya adalah melakukan hilirisasi," beber Bahlil dalam pernyataan resmi yang diterima IDN Times, Selasa (10/1/2023).
Baca Juga: Menteri Investasi Ungkap Cara Negara Lain Jegal RI Jadi Negara Maju
Baca Juga: Lanjut Larang Ekspor Minerba, Jokowi Gak Takut Kena Gugat di WTO
1. Negara maju terlebih dahulu melakukan hilirisasi
Selanjutnya Bahlil menyebut negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan China sudah terlebih dahulu melakukan hilirisasi. Hal itulah yang kemudian membuat negara-negara tersebut masuk dalam kategori negara maju lantaran mampu menjaga kedaulatan industri di tanah air masing-masing.
"Inggris di abad ke-16 ketika mereka memberhentikan ekspor wool sebagai bahan baku tekstil. Amerika di abad ke-19 dan 20 begitu juga. Mereka menggunakan pajak progresif untuk impor dalam rangka menjaga kedaulatan industrinya lebih bagus. China di tahun 80-an itu aturan TKDN-nya 80 persen dan industrinya bagus sekarang," ucap Bahlil.
Baca Juga: Anggota DPR Dukung Jokowi Banding di WTO Lawan Uni Eropa