TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kekhawatiran Omicron Mereda, Rupiah Menguat Lawan Dolar AS

Rupiah dibuka menguat ke level Rp14.309 per dolar AS

Ilustrasi Uang Rupiah. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah berhasil kembali mengungguli dolar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah menguat 10 poin ke level Rp14.309 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Selasa (30/11/2021).

Dilansir Bloomberg, hingga pukul 09.10 WIB, kurs rupiah masih menguat tipis, delapan poin atau 0,06 persen terhadap dolar AS ke level Rp14.310. Sebelumnya pada penutupan perdagangan awal pekan atau Senin (29/11/2021) sore, kurs rupiah menguat pada level Rp14.319 per dolar AS.

Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp14.319 di Awal Pekan

1. Bisa lanjutkan tren penguatan

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dollar naik (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, memproyeksikan nilai tukar rupiah berpotensi melanjutkan penguatan terhadap dolar AS hari ini. Hal tersebut terjadi seiring dengan mulai berkurangnya kekhawatiran pasar terhadap varian baru virus corona, Omicron.

"Nilai tukar rupiah kemungkinan bisa lanjut menguat dengan meredanya kekhawatiran pasar terhadap varian COVID-19 baru, Omicron," ujar Ariston, dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Selasa pagi.

Selain itu, kekhawatiran terkait Omicron yang mereda juga turut membuat pelaku pasar kembali ke aset berisiko dan menyebabkan penguatan indeks saham Asia pagi ini.

2. Kondisi perekonomian AS dan China bisa terpengaruh Omicron

inforgrafis fakta varian Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Ariston menyampaikan kehadiran Omicron bisa memengaruhi kebijakan moneter di dua negara dengan ekonomi besar, AS dan China. Munculnya Omicron di AS, bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk tidak mempercepat tapering.

"Bila kasus (COVID-19) naik lagi, ekonomi bisa kembali melambat sehingga The Fed bisa memperketat kebijakan moneternya. Ini bisa mendukung pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya," ucap Ariston.

Sementara dari Negeri Tirai Bambu, kehadiran Omicron tidak berpengaruh terhadap aktivitas manufaktur China yang justru melebihi ekspektasi. Hal itu secara tidak langsung memberikan sentimen positif ke aset berisiko pagi ini.

"Data menunjukkan manufaktur China kembali tumbuh pada November setelah sebelumnya mengalami kontraksi karena gangguan suplai," kata Ariston.

Baca Juga: 6 Fakta Varian Baru COVID-19 Omicron yang Lebih Menular   

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya