Kualitas Tenaga Kerja Rendah, ILO: Anak Muda Perlu Pelatihan Vokasi
Daya saing digital Indonesia masih cukup rendah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kualitas tenaga kerja di Indonesia dianggap masih rendah sehingga belum mampu merespons perkembangan kebutuhan bursa kerja. Hal itu kemudian menyebabkan produktivitas dan daya saing Indonesia masih tertinggal dari negara lain.
Dalam survei IMD World Digital Competitiveness Ranking 2021 silam, Indonesia ada di posisi 37 dunia dari total 64 negara. Data tersebut jadi bukti sahih bahwa daya saing digital Indonesia masih kalah bahkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara.
Sejalan dengan itu, riset Universitas Indonesia dan International Labour Organization (ILO) menunjukkan minimnya serapan lulusan Balai Latihan Kerja (BLK) oleh dunia industri.
Dalam riset tersebut, hanya 59,9 persen lulusan BLK yang terserap ke dalam dunia usaha. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga kerja yang terampil, kreatif, inovatif, adaptif, dan cakap secara digital masih belum dipenuhi secara optimal oleh BLK.
"Indonesia harus segera mempercepat peningkatan keterampilan kaum muda. Terlebih saat ini ada banyak instrumen yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendukung upaya tersebut," ucap Manajer Proyek Pengembangan Keterampilan ILO, Tauvik Muhammad dalam pernyataan resmi yang diterima IDN Times, Sabtu (25/6/2022).
Baca Juga: PHRI dan Apindo Sambut Layanan Gratis ILO untuk Cegah COVID-19
1. Kehadiran Perpes Nomor 68 Tahun 2022
Adapun salah satu instrumen yang dinilai Tauvik dapat mempercepat peningkatan keterampilan pekerja muda adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi.
Dalam beleid itu, pelibatan unsur industri benar-benar ditekankan guna mendorong peningkatan kualitas kompetensi kaum muda.
"Kami mengapresiasi hadirnya Perpres yang melibatkan pihak industri tersebut. Perpres ini berperan dalam membentuk badan/mekanisme yang dapat dan mampu memberi masukan bagi penyusunan standar kompetensi, penyesuaian kurikulum vokasi and akreditasi sesuai dengan kebutuhan industri," ujar Tauvik.
Baca Juga: Menko PMK Ingin Kualitas Pendidikan Vokasi Meningkat