TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Murahnya Harga Rokok Imbas Aturan Pemerintah

Pengendalian rokok di kalangan anak menjadi makin sulit

Ilustrasi cukai rokok. (IDN Times/Indiana Malia)

Jakarta, IDN Times - Peneliti Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, Adi Musharianto, mengatakan murahnya rokok di pasaran sehingga memudahkan masyarakat membelinya disebut sebagai buah dari aturan pemerintah yang mengatur tentang ketentuan harga rokok.

"Kalau lihat harga rokok, faktanya Harga Transaksi Pasar atau HTP justru diatur kurang dari harga banderol. Ambil contoh sigaret putih mesin (SPM) yang harga banderolnya Rp35.800, tetapi dijual di pasaran Rp29 ribu atau 81 persennya," kata Adi dari ANTARA, Minggu (4/4/2021).

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Peneliti: Tarif Tier Cukai Harus Disederhanakan

Baca Juga: Harga Rokok Naik, Pedagang Mulai Perbanyak Merek Baru

1. Kebijakan Bea Cukai

Ilustrasi Cukai Rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Adapun aturan yang dimaksud oleh Adi tersebut adalah Kebijakan Bea Cukai yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bea Cukai Nomor 37 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Tembakau.

Peraturan tersebut kemudian memungkinkan rokok dijual di pasaran dengan harga di bawah 85 persen dari harga pita cukai atau Harga Jual Eceran (HJE) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Lebih lanjut Adi menjelaskan bahwa produsen dapat menjual rokok di bawah 85 persen dari HJE asal dilakukan di tidak lebih dari 40 kota yang disurvei oleh kantor Bea Cukai.

2. Produsen menekan marginnya

Ilustrasi Rokok (IDN Times/Helmi Shemi)

Adi juga menuturkan, penjualan rokok di bawah harga banderol dapat terjadi lantaran produsen menekan marginnya dengan maksimal.

"Faktanya, perusahaan menekan HTP agar di bawah 85 persen berdampak terhadap margin tenaga kerja, price predatory, dan prevalensi perokok," imbuh dia.

Sebagai imbas dari terjangkaunya harga rokok, upaya menurunkan prevalensi merokok anak menjadi tidak optimal sampai saat ini.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebutkan bahwa prevalensi merokok pada populasi usia 10 hingga 18 tahun naik sebesar 1,9 persen dari sebelumnya 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

Baca Juga: Ironi Miras: Direm Cukai, Diloloskan Perpres

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya