Pelibatan BUMN Karya di Proyek Bukit Algoritma Dinilai Janggal
Mestinya yang diajak adalah BUMN di bidang TIK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai ada yang janggal dalam perencanaan pembangunan Silicon Valley ala Indonesia atau Bukit Algoritma. Beberapa di antaranya adalah keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang bergerak di bidang konstruksi.
INDEF menilai kalau pun melibatkan BUMN, sewajarnya adalah yang di bidang information and communication technology (ICT) atau teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Kalau kita lihat di ekosistem RnD yang akan dibuat di Silicon Valley Indonesia Sukabumi ternyata tidak mengedepankan BUMN yang bergerak di bidang ICT, tetapi malah di bidang konstruksi, nah ini letak permasalahannya," ungkap Kepala Center of Innovation and Digital INDEF, Nailul Huda, dalam diskusi online "Menyingkap Angan Silicon Valley ala Indonesia," Kamis (15/4/2021).
Huda kemudian membandingkan dengan Silicon Valley asli yang ada di California, Amerika Serikat (AS). Menurut dia, konstruksi fisik bukan jadi yang pertama dibangun di Silicon Valley, melainkan industri teknologinya terlebih dahulu.
"Kalau kita lihat Silicon Valley di Amerika yang dibangun pertama kali bukan tempatnya, melainkan industrinya yang high tech dan bersinggungan langsung dengan pemerintah seperti US Navy atau Air Force, dibangun untuk perkembangan teknologinya. Di Indonesia malah kebalikannya, fisik dulu dibangun bukan teknologinya," jelas dia.
Baca Juga: Membedah 3 Perusahaan yang Terlibat Proyek Bukit Algoritma, Ada BUMN!
1. Amarta Karya (Persero) merupakan mitra dari pemerintah untuk pembangunan Bukit Algoritma
Adapun BUMN konstruksi yang dimaksud Huda adalah PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA. Alih-alih memilih BUMN di bidang TIK, pencetus proyek Bukit Algoritma, Budiman Sudjatmiko justru memilih AMKA sebagai kontraktor utama proyek tersebut.
Budiman beralasan, keterlibatan BUMN dalam proyek ini adalah sebagai upayanya untuk membuat Bukit Algoritma dapat memberikan pemasukan ke negara lewat investasi senilai Rp18 triliun untuk tiga tahun tahap pertama.
Sekadar informasi, PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA merupakan BUMN di bidang konstruksi yang telah ada sejak 1960. Cikal bakal AMKA merupakan perusahaan konstruksi baja dengan nama Robbe Linde & Co.
Pada 1962, perusahaan tersebut dinasionalisaikan menjadi PN Amarta Karya dan bergerak di sektor usaha yang sama. Selang satu dekade kemudian atau tepatnya pada 1972, PN Amarta Karya ditransformasikan menjadi Perusahaan Perseoran (Persero).
Transformasi itu membuat Amarta Karya berekspansi dengan meluaskan cakupan bisnisnya ke konstruksi bidang pekerjaan sipil, listrik, dan mekanik, tetapi tetap tidak meninggalkan konstruksi baja sebagai bisnis inti sejak pertama berdiri.
Hingga kini, Amarta Karya pun menambah lini bisnisnya menjadi manufaktur, EPC, infrastruktur, dan juga gedung. Beberapa proyek yang tengah ditangani oleh AMKA di antaranya adalah Rusun Pulo Jahe Jakarta Timur, SPAM Wae Mese II, Perpanjangan Dermaga Pelabuhan Teluk Lamong, Jalan Pelindo III Surabaya, Tangki Pertaminan Cilacap, Gedung Olahraga UNJ, PLT Peusangan Aceh, Bandara Pattimura Ambon, Jembatan Tol Sigli Aceh, dan masih banyak lainnya.
Baca Juga: Adakah Anggaran BUMN di Proyek Bukit Algoritma?
Baca Juga: 3 Hal yang Bikin Bukit Algoritma Jadi Proyek 'Halu'