TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penghapusan Tarif Pungutan Ekspor CPO Diperpanjang hingga 31 Oktober 

Kebijakan sebelumnya berlaku sampai 31 Agustus 2022

ilustrasi kelapa sawit (IDN Times/Sunariyah)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memutuskan memperpanjang pengenaan tarif pungutan ekspor datar (flat) sebesar nol dolar Amerika Serikat (AS) untuk produk crude palm oil (CPO) dan turunannya hingga 31 Oktober 2022.

Keputusan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.05/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS pada Kementerian Keuangan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa perpanjangan kebijakan tersebut dilakukan untuk menjaga momentum ekspor, sekaligus meningkatkan harga tandan buah segar (TBS).

"Sejak diberlakukan tarif pungutan ekspor USD 0, beban ekspor yang ditanggung pelaku usaha berkurang sehingga mampu meningkatkan ekspor sesuai ekspektasi pemerintah. Momentum ini perlu kita jaga sehingga mampu mengurangi stok dalam negeri dan mengoptimalkan harga TBS," ujar Febrio dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Kamis (1/9/2022).

Baca Juga: Malaysia Buka 8.000 Job Order Pekerja Ladang Sawit, Gaji Rp5 - 7 Juta 

1. Peniadaan tarif pungutan eskpor CPO kerek harga TBS

ilustrasi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Febrio menambahkan, peniadaan tarif pungutan ekspor CPO dan turunannya efektif dalam mendorong percepatan ekspor dan mengerek harga TBS di level petani.

Volume ekspor pada Juli 2022 tercatat sebesar 3.323.809 ton. Angka ini naik 409.479 ton atau 14 persen dari periode Juni 2022 yang sebesar 2.914.329 ton. Meningkatnya volume ekspor ini diikuti dengan kenaikan harga TBS di level petani.

"Dalam tiga minggu terakhir, mulai terjadi peningkatan harga TBS yang disebabkan meningkatnya permintaan pabrik kelapa sawit (PKS) karena mulai meningkatnya kegiatan ekspor. Namun demikian, persediaan di dalam negeri yang masih berlebih mengakibatkan kenaikan harga TBS di level petani belum optimal," kata Febrio.

2. Pemerintah antisipasi ketidakpastian harga komoditas

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Keuangan), Febrio Kacaribu. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Ketidakpastian global yang tinggi, terutama fluktuasi harga komoditas pangan dan energi, disebut Febrio masih menjadi tantangan bagi perekonomian di dalam negeri.

Dalam rangka mengantisipasi ketidakpastian harga komoditas, termasuk CPO, kebijakan fiskal senantiasa antisipatif dan responsif untuk melindungi daya beli masyarakat, dan menjaga momentum pemulihan ekonomi tetap berlanjut dan semakin menguat.

"Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai kebijakan atas harga CPO untuk menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng, profit usaha yang berkeadilan, keberlanjutan program B30, dan kesejahteraan petani. Dampaknya, ketersediaan dan keterjangkauan harga minyak goreng curah yang dijual di pasar-pasar tradisional di beberapa wilayah khususnya Jawa sudah tercapai", beber Febrio.

Baca Juga: Usut Masalah Lahan Sawit, Luhut: Ternyata Kungfunya Banyak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya