TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sebut Ekonomi Indonesia Dikuasai China, JK: Bukan Rasis

JK tidak ingin kejadian 1998 terulang lagi

IDN Times wawancara khusus bersama Jusuf Kalla pada Jumat (19/5/2023). (IDN Times/Fauzan)

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla alias JK membantah dirinya rasis lantaran mengatakan ekonomi Indonesia telah dikuasai etnis Tionghoa. Bantahan itu disampaikan JK saat wawancara khusus dengan Editor in Chief IDN Times, Uni Lubis, Jumat (19/5/2023).

Jumat pekan lalu, JK yang hadir dalam acara halal bihalal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih dikuasai oleh China padahal Indonesia merupakan negara mayoritas Islam.

"Hanya di Indonesia negara Islam begini, ada gap besar, Malaysia juga. Tapi Malaysia memang penduduk Tionghoa itu 30 persen. Jadi kalau ekonomi Malaysia 60 persen dikuasai Tionghoa, itu namanya 1 banding dua. Kita di Indonesia penduduk Tionghoa itu hanya 4,5 persen, tapi mengusai ekonomi lebih 50 persen. Jadi kekuatan 10 kali lipat daripada jumlahnya, negara lain tidak," tutur JK.

Baca Juga: 10 Daftar Orang Terkaya di Indonesia 2023, Salah Satunya Perempuan!

1. Bukan rasis, JK hanya menyampaikan fakta yang ada

IDN Times/Abdurrahman

JK pun menyatakan, ucapan tersebut bukan bermaksud menyudutkan etnis Tionghoa di Indonesia. JK hanya menyampaikan fakta yang ada sekarang terkait perekonomian di Indonesia.

"Bukan rasis, tapi saya menjelaskan ke umat, ini fakta dan solusinya adalah kita semua harus mengembangkan kewirausahaan di kalangan masyarakat keumatan dan karena itu di ICMI, tempat orang-orang pintar harus memberikan itu," kata dia.

Pernyataan itu disampaikan JK sesuai dengan pengalamannya menjadi pengusaha selama ini. Dia pun menghormati etnis Tionghoa yang ada di Indonesia dan menyebut bahwa teman dekatnya, yakni Sofyan Wanandi adalah keturunan Tionghoa.

2. Tidak ingin ada gap ekonomi terlalu besar

Ilustrasi Kerusuhan Mei 1998. (IDN Times/Capture Buku Politik Huru Hara Mei 1998)

JK mengaku tidak ingin ada gap atau jarak yang terlalu besar terkait perekonomian pribumi dan etnis Tionghoa. Jika gap itu terlalu besar, JK takut kejadian-kejadian nahas seperti 1966, 1974, dan 1998 terulang.

Berkaca dari sejarah yang ada, konflik-konflik pada tahun-tahun tersebut timbul karena masalah ekonomi dan politik. Itu kemudian membuat etnis Tionghoa menjadi korban.

"Konteksnya ini ialah supaya faktanya lebih clear, tanpa kekerasan justru untuk menghindari rasisme karena pengalaman 98 apa yang terjadi? Bakar-bakar, siapa rumah dibakar? Rumah orang Tionghoa. Supaya jangan terjadi maka gap-nya jangan terlalu (besar), tidak menurunkan di atas, tapi menaikkan di bawah. Itu konsepnya," kata JK.

Baca Juga: Hartono Bersaudara Jadi Keluarga Terkaya Kedua di Asia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya