TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menuju Indonesia 4.0: Siapkah Usaha Kecil Masuki Dunia Digital?

Kamu yang punya bisnis wajib tahu apa era Industri 4.0 itu

ANTARA FOTO/Nurul Ramadhan

Surabaya, IDN Times - Di atas kertas, pemerintah Indonesia tampak serius dalam mendorong sektor bisnis untuk beradaptasi dengan era Industri Keempat atau Industri 4.0 yang didominasi oleh konektivitas. Internet menjadi sesuatu yang tak bisa dipisahkan dari era ini.

Pemerintah merencanakan strategi perekonomian berbasis teknologi, tak terkecuali untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang semakin mendominasi. Namun, sejauh mana para pemilik serta pelaku usaha memahami apa yang wajib mereka lakukan demi mengejar ambisi pemerintah, yaitu membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi pada 2030?

Apakah kamu termasuk pelaku usaha kecil dan menengah? Simak dengan seksama dan siapkan diri!

Baca Juga: Jokowi Minta UMKM Antisipasi Revolusi Industri 4.0

1. Industri 4.0 tak lagi fokus pada manufaktur tradisional

ANTARA FOTO/Reno Esnir

Dalam peta jalan berjudul Making Indonesia 4.0 yang disusun Kementerian Perindustrian, misalnya, Airlangga Hartanto selaku menteri menyebut bahwa industri keempat berpotensi besar "mempercepat pencapaian visi Indonesia untuk menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia".

Indonesia, kata dia, sebetulnya sudah memasuki era Industri 4.0 sejak tahun 2011. " Ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi antara manusia, mesin dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi," kata Airlangga ketika menyosialisasikan Roadmap Implementasi Industri 4.0 pada awal 2018.

Pertanyaan yang tak kalah penting, apa sebenarnya Industri 4.0 itu?

Menurut McKinsey, ini adalah era digitalisasi sektor manufaktur yang didorong oleh empat aspek:

1. Kian membanjirnya volume data, kapasitas komputasional, serta konektivitas;

2. Munculnya kapabilitas analitik dan intelijen bisnis;

3. Interaksi baru antara mesin dan manusia seperti sistem realitas tertambah (augmented reality) dan interface;

4. Peningkatan dalam transfer instruksi digital ke dunia fisik seperti pencetak 3D.

"Revolusi Industri Keempat menjadi lompatan besar bagi sektor industri di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan secara maksimal.Tidak hanya dalam proses produksi, teknologi ini juga dimanfaatkan di seluruh rantai nilai industri sehingga melahirkan model bisnis yang baru dengan basis digital guna mencapai efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik," jelas Airlangga.

Baca Juga: UMKM Bakal Makin Berkembang dengan E-Commerce, Ini 5 Buktinya!

2. Adaptasi UMKM terhadap Industri 4.0 sudah tak bisa ditawar lagi

ANTARA FOTO/Ampelsa

UMKM harus menjadi salah satu sektor yang diperhatikan pemerintah. Sebab, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada akhir 2016 lalu, UMKM menyumbangkan 60,34 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 57,84 persen.

Kemudian, bila dibagi menurut jenis usaha, industri kuliner menempati urutan pertama dengan 32,5 persen. Berikutnya adalah industri fashion sebesar 28,3 persen, lalu diikuti oleh industri kerajinan sebesar 14,4 persen. Artinya, ketiga jenis usaha tak hanya menjadi favorit pemilik UMKM dan memiliki pasar yang besar, tapi juga berperan sangat signifikan dalam meningkatkan perekonomian.

Maka sudah sepantasnya UMKM mengadaptasi beragam hal yang penting agar mampu memanfaatkan era Industri 4.0 dengan baik. Gati Wibawaningsih, Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, mengatakan pihaknya melakukan pemberdayaan 3,7 juta UMKM menuju e-commerce.

Gati menyebut ini dilakukan melalui pendanaan teknologi serta penerapan insentif investasi teknologi di mana pemerintah memberikan subsidi untuk adopsi teknologi dan pendanaan bagi pelaku usaha. "Kita mau tahun 2030 Indonesia jadi salah satu negara yang punya industri sangat maju. Tapi produsen harus difasilitasi. Kalau tidak, barangnya dari mana? Impor. Jangan jualin barang-barang impor saja, tapi juga produksi sendiri," ucapnya.

Pemerintah sendiri menargetkan pada 2020 harus ada delapan juta UMKM yang memiliki kehadiran online. Ini juga untuk memenuhi ambisi Joko "Jokowi" Widodo yang ingin pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen pada 2019. Sementara itu, saat ini baru ada sekitar empat juta UMKM yang go-online.

3. Terbesar di Asia Tenggara, tapi pasar Indonesia belum bisa menjadi tuan rumah bagi produk sendiri

ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

Jika dilihat dari jumlah populasi serta pertumbuhan kelas menengah, Indonesia merupakan pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sayangnya, fakta menjanjikan ini belum bisa mendatangkan keuntungan bagi Indonesia.

Gati mengatakan, sekitar 90 persen barang yang ada di marketplace adalah barang impor. "Tugas pemerintah menurunkan angka 90 persen itu," kata dia.

Saat ini, kata dia, pemilik usaha sebaiknya tidak hanya berorientasi ekspor. "Jangan sibuk sama ekspor. Pasar dalam negeri juga besar," tegasnya.

Apalagi, kata Gati, produk-produk UMKM Indonesia masih sulit berkompetisi di pasar ASEAN, apalagi global. Oleh karena itu, ia percaya UMKM bisa diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu.

"Ekspor butuh perusahaan dengan minimal 90-an karyawan. Ya kalau bicara ekspor gak gampang, harus ada kontinuitas dari produksi. Lalu konsistensi standar produknya. Jika ada defect (cacat) sedikit langsung ditolak," tambahnya.

Pergeseran sudut pandang dari fokus terhadap ekspor ke mengurangi impor guna memenuhi permintaan dalam negeri bukan tanpa pertimbangan. "Hampir 50 persen pasar ASEAN itu ya Indonesia. Investasi naik karena orang-orang melihat pasar kita. Kita penuhi dulu deh pasar dalam negeri. Ngajarin pelaku Industri Kecil dan Mikro (IKM) ini gak gampang. Harus sabar. Sebaiknya fokus bikin produk yang bagus dulu aja."

4. Masalahnya, masih banyak pemilik UMKM yang memiliki literasi digital rendah

IDN Times/Sukma Shakti

Ekonomi digital tidak bisa dihindari lagi. Pemerintah mungkin sudah mengetahui pentingnya membuat kebijakan dan strategi untuk mendukung UMKM agar tak ketinggalan dari negara tetangga. Hanya saja, ketika menengok langsung di lapangan, masih banyak sekali tantangan yang perlu segera diatasi.

Anto Wiyono, pemilik jasa laundry, cuci helm dan sepatu bernama Animo, adalah salah satu contoh pengusaha UMKM yang terpapar informasi tentang pentingnya internet bagi bisnisnya.

"Kalau saya sejak awal usaha memang sudah tahu, saya harus go-online. Apalagi dari kecil saya berniat belajar komputer dan internet," ucapnya saat aku temui di kediamannya di Sidoarjo.

Anto, kini menjadi mentor bagi banyak pemilik UMKM yang ingin belajar pemasaran online bersama Google Bisnisku, mengaku masih banyak yang tidak seperti dirinya. "Ya kadang ada mindset bahwa 'Ah! Ini usaha saya kecil, masa butuh tahu SEO (Search Engine Optimization) atau SEM (Search Engine Marketing)?'" kata dia menirukan banyak orang yang ia temui selama pelatihan Gapura Digital.

Bahkan tak sedikit yang memang menggunakan internet hanya untuk chatting atau bermedia sosial, tanpa mengetahui hal-hal teknis yang bisa dimanfaatkan bagi keuntungan usaha mereka. Ini terjadi di pelatihan-pelatihan kesadaran bisnis online Gapura Digital. "Banyak yang datang ya hanya sekadar daftar saja."

Contohnya ketika mereka mendaftar kelas untuk belajar SEO. "Kalau mau belajar SEO kan harus punya website dulu, jadi ketika saya bicarai istilah-istilah gitu mereka sudah harus tahu menempatkannya di mana. Tapi ternyata banyak yang belum punya website. Bahkan saat saya ngajar, ada yang sama sekali belum tahu harga domain itu berapa, tapi ada juga yang sudah terlalu expert."

5. Komitmen dari para pemilik usaha untuk belajar seluk-beluk internet juga jadi tantangan

ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Pola pikir bahwa usaha yang masih kecil tidak membutuhkan kehadiran yang baik secara online juga diamini oleh fasilitator Gapura Digital yang lain. Chrisma Wibowo mengaku akibat dari pola pikir ini adalah rendahnya komitmen pemilik UMKM untuk mempraktikkan materi yang sudah diajarkan oleh Google Bisnisku.

Dia mengungkapkan, sekitar 82 persen orang mencari informasi tentang toko melalui mesin pencarian dan tidak bisa dipungkiri yang terbesar adalah Google. Bahkan, orang kerap mencari benda-benda remeh-temeh melalui internet. "Orang cari toko es batu saja bisa di internet sekarang. Es batu lho ini. Jadi keliru kalau berpikir usaha kecil gak butuh menyediakan informasi lengkap di internet," kata Chrisma.

Oleh karena itu, pemilik UMKM memang harus menjaga konsistensi, termasuk mengelola website dan akun mereka di media sosial. "Kalau tidak rajin ngecek hasilnya mengecewakan. Konsistensi update itu agar tak mengecewakan pelanggan," tambah Anto.

6. Tak sedikit pula yang menilai memiliki media sosial saja sudah cukup

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Anto mengungkap, banyak pelaku UMKM yang mengira bahwa akun media sosial, seperti Instagram, cukup untuk mempromosikan produk dan jasa yang ditawarkan. Padahal, media sosial saja masih kurang mengingat perilaku konsumen yang lebih dulu merujuk ke mesin pencarian dibandingkan media sosial ketika mencari suatu barang atau jasa.

"Kalau menurut saya media sosial itu yang kedua. Pertama Google dulu karena mesin pencarinya kan pake Google. Dan itu sudah pasti. Kalau di Google ada yang diutamakan kan produknya Google. Baru setelah itu media sosialnya atau SEO dari website. Untuk outreach pelanggan ya tetap lewat Google," kata dia.

Untuk mencari tahu seberapa benar klaim tersebut, aku mengikuti salah satu kelas Google di Surabaya. Lebih dari 36 peserta yang hadir semua tidak memiliki situs untuk memasarkan produk mereka.

Namun, mayoritas punya akun media sosial dari Instagram hingga Facebook. Misalnya, Safitri Rochmah yang punya kedai makanan rumahan. Perempuan berusia 21 tahun itu hanya mengandalkan Instagram untuk mengenalkan kuliner yang dia masak.

"Sekarang pengen coba belajar caranya bisnis online yang benar," kata perempuan yang akrab dipanggil Pipit itu. Menurutnya, mempelajari seluk-beluk internet bukan hal baru sebab ia pernah mengambil studi ilmu komputer.

Jika bagi Pipit internet bukan barang asing, lain cerita bagi sejumlah ibu-ibu pemilik UMKM yang aku lihat sendiri ternyata baru tahu cara mengirimkan dokumen melalui WhatsApp atau menggunakan Google Calendar untuk mengatur pertemuan. Dari sini pun diketahui bahwa ternyata banyak orang memiliki pengetahuan dasar yang terbatas tentang teknologi.

Baca Juga: Facebook Kucurkan Rp14,5 Triliun untuk UMKM Seluruh Dunia

IDN Times/Sukma Shakti

Baca Juga: UMKM, Salah Satu Penggerak Terbesar Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya