TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh, Normalisasi di Negara Maju Bisa Mengancam Negara Berkembang

Pemulihan ekonomi global jadi tidak sinkron

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, normalisasi kebijakan yang dilakukan negara-negara maju akan memberi risiko bagi negara berkembang. Risiko itu akan berdampak pada perkembangan ekonomi negara berkembang.

"(Risiko) yang paling utama dari makro ekonomi dan kebijakan moneter adalah proses normalisasi," ujar Perry dalam Agenda Presidensi G20 Indonesia di Jakarta, dilansir ANTARA.

Baca Juga: Pertemuan G20, RI Wanti-wanti Dampak Tapering AS ke Negara Berkembang

Baca Juga: Bank Indonesia: Green Financial Beri Peluang bagi Ekonomi Indonesia 

1. Proses normalisasi harus diselaraskan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Perry menegaskan, proses normalisasi kebijakan perlu disatukan dan dikoordinasikan. Dengan begitu, tidak akan ketimpangan pemulihan ekonomi yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju.

"Ini lah kita pentingnya menekankan well calibrated, well planned, dan well communicated," tutur Perry.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pemulihan yang Tak Merata Ancam Ekonomi Negara Berkembang

2. Proses normalisasi masih dihantui Omicron

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times)

Saat ini, proses normalisasi kebijakan yang dilakukan masih dibayangi oleh banyak faktor, salah satunya adalah merebaknya varian Omicron. Tidak cuma itu, ada juga disrupsi rantai pasokan hingga kebijakan terkait energi.

Alhasil, Perry pun menyebut ada tiga aktor yang harus saling bersinergi dalam proses normalisasi kebijakan. Mereka adalah negara maju, negara berkembang, dan organisasi internasional, dalam hal ini adalah IMF.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya