Faisal Basri Pertanyakan Sumber Data Jokowi soal Hilirisasi
Tuding pemerintah tak dapat apa-apa dari hilirisasi nikel
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ekonom senior Faisal Basri merespons sanggahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo atas kritik yang disampaikan Faisal mengenai program hilirisasi pemerintah.
Faisal sebelumnya mengkritik kebijakan hilirisasi lantaran hasilnya lebih menguntungkan negara lain daripada industri di dalam negeri. Orang nomor satu di Indonesia itu kemudian menepis kritik Faisal menggunakan angka-angka.
"Angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber dan hitung-hitungannya. Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China," tulis Faisal melalui situs web miliknya.
Baca Juga: Jokowi Tak Akan Setop Hilirisasi meski Freeport Berencana Gugat RI
1. Faisal pertanyakan nilai ekspor yang disebut Jokowi capai Rp510 triliun
Faisal mengutip data 2014, di mana nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya Rp1 triliun. Angka itu diperoleh dari ekspor senilai 85,913 juta dolar AS dikalikan rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yaitu Rp11.865 per dolar AS.
"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah 27,8 miliar dolar AS. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per dolar AS, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," ujarnya.
Namun, terlepas dari perbedaan data antara yang disampaikan Presiden Jokowi dan dirinya, Faisa mengakui bahwa benar ada lonjakan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat. Menurutnya itu sangat fantastis.
Di balik itu, Faisal mempertanyakan apakah uang dari hasil ekspor tersebut mengalir ke Indonesia? Kata dia, hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel, 100 persen dimiliki oleh China. Di saat yang sama, Indonesia menganut rezim devisa bebas.
"Maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri," tuturnya.
Baca Juga: Faisal Basri Kritik Hilirisasi SDA, Jokowi Beberkan Data Ini