Ilustrasi PPN Sembako. (IDN Times/Aditya Pratama)
Sebelumnya, dalam draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan pengenaan PPN terhadap sembako dengan skema multitarif dalam rentang 5-10 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan PPN hanya dikenakan terhadap bahan pokok jenis premium impor, antara lain beras basmati, beras shirataki, daging sapi kobe, dan wagyu.
"Beras premium impor seperti beras basmati, beras shiratai yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak. Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi kobe, wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak," tulis Sri Mulyani dalam akun Instagramnya pada Senin, (14/6) lalu.
Tak hanya itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan skema multitarif ini akan ditetapkan berdasarkan klasifikasi, harga, dan juga konsumen dari produk tersebut.
Misalnya untuk produk sembako yang dikonsumsi oleh orang banyak atau sembako strategis, bisa tak dikenakan PPN, atau dikenakan dengan tarif lebih rendah. Sementara itu, untuk sembako yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke atas akan dikenakan tarif lebih tinggi.
"Kalau melihat itu justru penguatan otoritas pajak dengan sudah berkeadilan karena menyasar secara selektif kepada objek atau kelompok yang memang dianggap lebih mampu," kata Yustinus dalam webinar PPI bertajuk 'Pajak Sembako Dekrit atau Intrik?' Jumat (18/6/2021).