ilustrasi menghitung pengeluaran lebih banyak karena inflasi (pexels.com/Karolina Kaboompics)
Walau terdengar seperti solusi ajaib, kebijakan ini tetap memiliki sisi yang perlu diwaspadai, lho. Jika gak dikelola dengan hati-hati, dampaknya bisa berbalik merugikan masyarakat. Jadi, penting untuk tahu risiko-risiko ini agar gak salah menilai.
1. Risiko inflasi yang berlebihan
Jika burden sharing dilakukan terlalu lama, jumlah uang yang beredar bisa menjadi terlalu banyak. Akibatnya, harga-harga barang bisa naik tajam dan daya beli kamu turun drastis. Inilah mengapa kebijakan ini harus diterapkan dengan batasan waktu yang jelas.
2. Ketergantungan pada pembiayaan bank sentral
Jika pemerintah terlalu sering mengandalkan skema ini, bisa muncul kebiasaan “jalan pintas” dalam mencari dana. Hal ini membuat disiplin fiskal melemah dan membebani generasi mendatang. Kamu tentu gak ingin masa depan dipenuhi utang yang harus dibayar oleh anak-cucu kita.
3. Menurunnya kepercayaan pasar jika salah kelola
Pasar sangat sensitif terhadap kebijakan yang dianggap terlalu longgar. Jika investor merasa pemerintah gak bijak dalam mengelola kebijakan ini, mereka bisa menarik investasinya. Dampaknya, kurs rupiah bisa melemah dan harga-harga impor naik, yang akhirnya kamu juga akan rasakan.
4. Risiko defisit anggaran yang membengkak
Jika pemerintah terus menerus menambah pembiayaan tanpa perencanaan yang baik, defisit anggaran bisa makin besar. Hal ini bisa membuat ruang fiskal semakin sempit dan mempersulit kebijakan di masa depan. Akibatnya, program-program sosial yang penting bisa ikut terancam, lho.
5. Risiko moral hazard
Ketika pemerintah merasa selalu ada “penolong” dari bank sentral, bisa muncul sikap kurang hati-hati dalam mengatur keuangan negara. Sikap ini berbahaya karena bisa memperburuk masalah fiskal di masa depan. Kamu pasti gak ingin negara mengalami krisis berulang hanya karena kelalaian pengelolaan, kan?