Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya sih...

  • Belanja pemerintah harus lebih efisien. Bank Dunia menilai arah pengeluaran pemerintah Indonesia perlu lebih efisien, terutama pada subsidi sektor pangan, transportasi, energi, dan investasi untuk mendorong permintaan agregat.

  • Defisit China diperkirakan tembus 8,1 persen di 2025. Defisit fiskal China diprediksi naik dari 4,5 persen pada 2019 menjadi 8,1 persen pada 2025, mempersempit ruang bagi stimulus fiskal tahun 2026.

  • Filipina dan Vietnam sudah lakukan reformasi dorong kenaikan efisiensi ekonomi. Negara lain di kawasan seperti Filipina dan Vietnam telah melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan efisiensi ekonom

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,8 persen, naik dari estimasi sebelumnya yang berada di 4,7 persen. Dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025, Bank Dunia mencatat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP) masih relatif tinggi.

Namun, sejumlah kebijakan yang diambil untuk mempertahankan laju pertumbuhan saat ini dinilai belum tentu mampu mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di masa depan.

"Di China dan Indonesia pertumbuhan saat ini (sekitar 5 persen per tahun) melebihi perkiraan potensi pertumbuhan, sebagian besar berkat dukungan pemerintah," ungkap Bank Dunia dalam laporannya dikutip, Rabu (8/10/2025).

1. Belanja pemerintah harus lebih efisien

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Bank Dunia menilai tantangan utama ekonomi Indonesia bukan terletak pada besarnya defisit fiskal, melainkan pada arah pengeluaran pemerintah yang dinilai perlu lebih efisien. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia mengungkapkan defisit Indonesia diperkirakan akan tetap sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam aturan fiskal negara.

Namun, fokus pengeluaran pemerintah yang saat ini terpusat pada subsidi sektor pangan, transportasi, dan energi serta investasi untuk mendorong permintaan agregat dianggap sebagai langkah yang perlu mendapatkan perhatian.

"Di Indonesia, masalahnya lebih pada arah pengeluaran pemerintah daripada besarnya defisit, yang diperkirakan akan tetap berada dalam aturan fiskal negara," tegasnya.

2. Defisit China diperkirakan tembus 8,1 persen di 2025

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Laporan tersebut juga memperkirakan defisit fiskal China akan naik dari 4,5 persen pada 2019 menjadi 8,1 persen pada 2025. Di saat yang sama, rasio utang publik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diprediksi mencapai 70,8 persen pada tahun ini.

Peningkatan ini dipandang akan mempersempit ruang bagi pemerintah China untuk memberikan stimulus fiskal pada tahun 2026. Laporan itu juga menyebutkan bahwa tantangan fiskal di Indonesia lebih berkaitan dengan komposisi belanja pemerintah ketimbang besaran defisit, yang diperkirakan masih sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam aturan fiskal nasional.

"Saat ini, alokasi anggaran pemerintah Indonesia difokuskan pada subsidi untuk sektor pangan, transportasi, dan energi, serta investasi yang digerakkan oleh negara untuk mendorong peningkatan permintaan agregat dalam perekonomian," demikian bunyi laporan tersebut.

3. Filipina dan Vietnam sudah lakukan reformasi dorong kenaikan efisiensi ekonomi

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Bank Dunia mencatat negara-negara lain di kawasan, seperti Filipina dan Vietnam, telah melakukan reformasi struktural yang berpotensi meningkatkan efisiensi ekonomi dan proyeksi pertumbuhannya.

Di Filipina, misalnya, pemerintah telah membuka sektor-sektor strategis seperti logistik, telekomunikasi, dan energi terbarukan untuk menciptakan persaingan yang lebih besar, serta memperkuat kapasitas tenaga kerja melalui kerangka Enterprise-Based Education and Training (EBET).

Sementara itu, di Vietnam, pemerintah telah memulai reformasi institusional sejak akhir 2024, termasuk restrukturisasi birokrasi besar-besaran dengan pengurangan jumlah kementerian dan lembaga, menyederhanakan struktur pemerintahan daerah dari 63 menjadi 34 provinsi, menghapus level pemerintahan tingkat distrik, serta mengurangi jumlah pegawai negeri hingga 20 persen atau setidaknya 100 ribu orang dalam lima tahun.

Reformasi lainnya mencakup pembaruan Undang-Undang Pertanahan, Undang-Undang Anggaran Negara, dan penyederhanaan layanan bisnis untuk memperbaiki iklim investasi.

Editorial Team