Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-06-12 at 02.16.21.jpeg
Jemaah haji tengah melaksaakan sai, Masjidil Haram, Arab Saudi, Rabu (11/6/2025). (Media Center Haji 2025)

Intinya sih...

  • Penyelenggaraan haji harus serius dan transparan

    Informasi publik perlu ditingkatkan untuk membangun kepercayaan

  • Potensi besar untuk mendorong pembangunan ekonomi umat

    Tantangan struktural dan kelembagaan menghambat optimalisasi dana

  • Koordinasi lemah antara Kementerian Agama, BPKH, dan operator haji

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Penasihat Center for Sharia Economic Development, Institute for Development of Economics and Finance (CSED-INDEF), Murniati Mukhlisin menegaskan, ke depannya pengelolaan ibadah haji tidak boleh main-main. Murniati menilai karut marut penyelenggaraan haji seperti tahun lalu dan tahun ini tidak boleh terjadi lagi.

“Penyelenggaraan ibadah haji tahun depan, tahun 2026, tidak bisa lagi main-main, tidak bisa lagi bercanda. Pemerintah, apalagi sekarang sudah terbentuk Badan Penyelenggara Haji, harus benar-benar serius. Jika hal ini tetap dilakukan, dampaknya bisa-bisa kuota haji Indonesia akan dikurangi oleh Pemerintah Arab Saudi,” tutur Murniati dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (19/8/2025).

Soal penetapan kuota tersebut, Murniati menilai sangat tergantung pada kepiawaian pemerintah di dalam bernegosiasi dengan pemerintah Arab Saudi. Pemerintah sendiri disebut Murniati telah gagal lantaran dibatalkannya kuota haji Furoda bagi jemaah Indonesia

“Kuncinya memang terletak pada kemampuan negosiasi, terutama untuk haji dan umrahnya harus lebih kuat. Dengan adanya BP Haji, ada harapan besar bahwa tingkat negosiasi haji dan umrah akan menjadi lebih baik lagi,” ujar dia.

1. Penguatan tata kelola haji dan umrah

Jemaah haji asal Embarkasi Makassar (UPG) tiba di Sektor 3, Syishah, Makkah, Arab Saudi, Minggu (1/5/2025). (Media Center Haji 2025/Rochmanudin)

Selain pengawasan kuota haji, Murniati juga menyoroti tentang langkah pemerintah terutama dalam penguatan tata kelola dana haji dan umrah.

Hal tersebut menjadi penting karena menuntut peningkatan akuntabilitas publik.

“Selama ini, informasi yang diberikan kepada publik bersifat terbatas dan teknokratik, sulit dipahami oleh masyarakat awam. Padahal dana haji bukan milik negara ataupun lembaga, melainkan milik jutaan rakyat muslim yang mempercayakan pengelolaannya dengan penuh harap dan iman. Keterbukaan informasi menjadi pilar penting dalam membangun kepercayaan dan legitimasi,” papar dia.

2. Dana haji dan umrah punya potensi besar membangun ekonomi umat

acara Road to Kongres ISEI XXII Tahun 2024 yang diselenggarakan Infobank Digital dengan BPKH dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Solo dengan tema “Peran Perbankan Syariah dalam Pengelolaan Dana Haji”

Di sisi lain, dana haji dan umrah yang dikelola Indonesia memiliki potensi besar untuk mendorong pembangunan ekonomi umat.

Namun, sejumlah tantangan struktural dan kelembagaan dinilai masih menghambat optimalisasi dana yang kini mencapai Rp188,86 triliun di bawah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk tahun 2025.

Saat ini ada sekitar 4,2 juta pekerja sektor haji dan umrah, termasuk travel, katering, logistik, hingga UMKM yang sangat bergantung pada tata kelola dana ini. Namun, investasi dana haji masih didominasi sektor konservatif, seperti deposito syariah dengan imbal hasil yang relatif rendah.

Adapun pada saat bersamaan, Indonesia menghadapi defisit pembiayaan operasional penyelenggaraan haji yang pada 2024 tercatat Rp7,5 triliun.

3. Tumpang tindih peran kementerian/lembaga

ilustrasi haji (IDN Times/Aditya Pratama)

CSED-INDEF lantas menyoroti lemahnya koordinasi kelembagaan akibat tumpang tindih peran antara Kementerian Agama, BPKH, dan operator haji.

Selain itu, belum adanya roadmap nasional haji dan umrah hingga 2045 juga dinilai membuat arah pengelolaan dana dan pelayanan haji tidak terintegrasi.

“Kami merekomendasikan agar pemerintah segera membentuk lembaga setingkat kementerian yang mengintegrasikan kebijakan regulasi, pelayanan, dan pengelolaan dana haji. Selain itu, investasi dana haji perlu diarahkan ke sektor riil yang berdampak tinggi, seperti real estat halal, rumah sakit syariah, dan energi bersih,” tutur Murniati.

Editorial Team