Para pedagang cakar bongkar di Jalan Hasanuddin, Timika, Papua Tengah. (IDN Times/Endy Langobelen)
Petrus menegaskan, para pedagang cakar bongkar hanya boleh menjual stok sisa tanpa melakukan pembelian atau pengiriman produk baru.
"Tidak diperbolehkan lagi untuk mengirim stok baru ke sini. Intinya itu ketika misalkan semua hulunya itu sudah dihentikan kan tidak mungkin ada yang mau jual lagi. Tetapi kalau sepanjang dari sananya tidak dihentikan, ya pasti kita akan kewalahan juga untuk mengawasi bahkan untuk menghentikan penjualan cakar bongkar ini," katanya.
Terkait dengan batas waktu penjualan, Petrus belum bisa memastikan kapan pedagang harus berhenti menjual produk pakaian bekas.
"Kita hanya kasih batas waktu sampai barang-barang yang masih ada itu habis. Yang jelas seperti yang saya bilang tadi, kalau sudah dihentikan hulunya, dia tidak bakal bisa beli stok baru lagi, mau ambil dari mana lagi," ujarnya.
Petrus menyampaikan pemerintah berempati kepada pedagang yang telah mengeluarkan banyak modal untuk mendatangkan pakaian-pakaian bekas itu.
"Kita kan juga merasa kasihan dengan mereka yang sudah terlanjur membelanjakan barang itu dengan modal yang cukup besar. Jadi ada rasa kemanusiaannya juga," kata dia.
"Intinya kami sudah sampaikan ke mereka terkait surat edaran dari pusat. Jadi, kalau barangnya sudah habis, dia tidak boleh jualan produk-produk itu lagi," lanjutnya.
Begitu pun dengan pedagang cakar bongkar yang berada di depan Pasar Sentral, bilamana produknya telah habis, maka harus segera meninggalkan lokasi tersebut.
"Lokasi itu kan sebenarnya bukan tempat untuk berjualan. Jadi, kalau sudah habis barangnya ya silakan legowo untuk meninggalkan tempat itu," tandas Petrus.
Sementara untuk pedagang cakar bongkar yang di dalam Pasar Sentral, kata Petrus, masih diperbolehkan berjualan dengan komoditi yang berbeda.