ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)
Lebih lanjut Media menjelaskan, terdapat cara yang jauh lebih strategis, yaitu memperbaiki sistem pajak agar adil dan progresif. Dengan begitu, pemerintah bisa meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan fondasi masa depan, sekaligus membuat ekonomi lebih kuat.
“Kita sering bicara soal berapa besar bantuan untuk orang miskin, tetapi jarang membahas bagaimana negara secara langsung dan tidak langsung memberi 'tunjangan perusahaan' kepada korporasi kaya melalui celah pajak. Studi ini mengungkap, jika kita menutup celah itu dan menata tarif pajak secara progresif, kita bukan hanya menambah penerimaan, tapi juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Yang perlu disadari publik adalah kita tidak kekurangan uang, kita hanya kekurangan kemauan politik untuk memperbaiki sistem perpajakan kita,” tutur Media.
Sementara itu, Peneliti Celios, Jaya Darmawan berpandangan, dengan mendorong penerimaan negara alternatif tidak hanya dapat menjadi solusi bagi peningkatan penerimaan negara yang signifikan, tetapi juga mampu meningkatkan aspek keadilan fiskal yang menjadi pertanyaan masyarakat luas.
“Bahkan, dalam aspek kerusakan lingkungan yang memiliki eksternalitas negatif yang tinggi, terdapat instrumen pajak biodiversity loss yang bisa menekan kehilangan keanekaragaman hayati kita, sekaligus menambah penerimaan pajak hingga Rp48,6 triliun,” kata Jaya.
“Pajak progresif di sektor lingkungan juga dapat mengurangi ketimpangan ekonomi yang diproduksi melalui aktivitas ekstraktif yang didominasi orang super kaya, yang mana 56 persen kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia berasal dari sektor ekstraktif,” sambungnya.