Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
default-image.png
Default Image IDN

Intinya sih...

  • Industri tembakau lega karena tidak ada kenaikan tarif cukai rokok di 2025.
  • Kekhawatiran terhadap ancaman kenaikan cukai drastis tahun-tahun berikutnya disebabkan oleh kebijakan yang memberatkan industri tembakau.
  • Pelaku usaha berharap Peraturan Menteri Keuangan segera disahkan untuk memberikan kepastian usaha bagi industri tembakau.

Jakarta, IDN Times - Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 dianggap angin segar yang melegakan industri tembakau. Terlebih, kebijakan ini hadir di tengah situasi ekonomi yang sulit dan melemahnya daya beli masyarakat.

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, mengatakan pelaku usaha merasa lega kebijakan itu hadir di tengah situasi ekonomi yang semakin berat dan daya beli menurun.

"Oleh karena ekarang kondisi industri juga tidak baik-baik saja, ada banyak tekanan mulai dari market yang lesu, produksi menurun, dan rokok ilegal makin banyak. Dengan tidak adanya kenaikan cukai, kami bisa bernapas sedikit untuk satu tahun ke depan. Terpenting, jangan dihantam (kenaikan yang drastis) di tahun berikutnya," kata Sulami dalam keterangan resminya, Minggu (27/10/2024).

1. Penyebab kekhawatiran kenaikan cukai drastis pada tahun berikutnya

ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Kekhawatiran para pelaku usaha terhadap ancaman kenaikan cukai drastis pada tahun-tahun berikutnya juga dipicu oleh sejumlah kebijakan yang tengah menekan industri tembakau.

Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang mendapatkan penolakan besar-besaran dari berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, tenaga kerja, petani, hingga pedagang. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengancam kepastian usaha dan kelangsungan hidup ekosistem pertembakauan.

"Aturan-aturan ini sangat memberatkan. Harapannya, terutama untuk rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek itu, harus dibatalkan oleh pemerintah," kata Sulami.

2. Peraturan tidak naiknya cukai diharapkan segera terbit

ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Maka dari itu, Sulami berharap agar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait kebijakan CHT dapat segera disahkan di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka untuk memberikan kepastian usaha bagi pelaku industri tembakau.

"Kami menunggu Menteri Keuangan untuk segera mengeluarkan PMK karena dasar kebijakannya (untuk tidak ada kenaikan cukai di 2025) itu tetap di PMK," ujar Sulami.

3. AMTI harap tidak ada kebijakan lain yang mengancam industri tembakau

Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. IDN Times/ Riyanto.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman Mudhara. Meski merasa sedikit lega karena tidak adanya kenaikan CHT di 2025, tetapi pihaknya berharap tidak ada tekanan-tekanan lainnya yang berpotensi mengancam industri tembakau, termasuk keberlangsungan tenaga kerja dan petani tembakau.

"Kami menyambut baik tidak adanya kenaikan tarif cukai rokok di 2025. Namun, jangan sampai seperti di 2019 ya, ketika tidak ada kenaikan cukai di tahun tersebut tetapi berikutnya naik dua kali lipat. Kami tidak ingin itu terjadi," ujar Budhyman.

Selain itu, Budhyman juga menilai adanya rencana aturan kemasan rokok polos pada Rancangan Permenkes dapat mematikan industri tembakau. Oleh karena itu, Budhyman berharap pemerintahan baru di bawah Prabowo-Gibran ini dapat lebih bijaksana dalam menerapkan sebuah peraturan yang melibatkan jutaan orang di dalamnya.

"Sudah banyak pihak yang menuntut aturan kemasan rokok polos tanpa merek untuk dibatalkan karena aturan tersebut akan membuka ruang yang lebih luas pada rokok ilegal, sehingga agenda pemerintah untuk menekan prevalensi perokok akan tidak tercapai dan penerimaan negara juga akan turun. Jadi, pemerintah sebenarnya akan rugi kalau menerapkan aturan tersebut," tutur Budhyman.

Editorial Team