Kadin: Kemenkes Perlu Kaji Ulang Aturan Kemasan Polos Rokok Elektronik

Jakarta, IDN Times - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Daerah Khusus Jakarta menilai, aturan kemasan polos tanpa merek bagi rokok elektronik yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik berpotensi semakin mempersulit keberlangsungan industri di tengah tertekannya perekonomian nasional.
Oleh karena itu, Kadin Jakarta mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan kajian ulang atas beleid tersebut. Bahkan jika memungkinkan, Kadin Jakarta meminta Kemenkes menganulir rencana penerbitan RPMK ini.
Ketua Umum Kadin Jakarta, Diana Dewi mengatakan, aturan tersebut cenderung diskriminatif bagi para pelaku usaha dan pemangku kepentingan terkait di industri hasil tembakau, termasuk rokok elektronik.
“Tentunya Kemenkes tidak saja perlu mempertimbangkan, tapi menganulir rencana penerbitan RPMK tersebut. Kami sarankan, Kemenkes membicarakan dulu hal tersebut, baik dengan pelaku usaha, stakeholders keuangan, pengamat, serikat pekerja dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan,” kata Diana, dikutip Jumat (25/10/2024).
1. Peredaran produk ilegal yang semakin marak

Diana meyakini, jika aturan tersebut tetap dipaksakan, maka produk-produk tembakau dan rokok elektronik ilegal akan semakin marak di pasaran. Hal itu terjadi lantaran produsen tidak boleh menampilkan identitas merek.
Kondisi tersebut berpotensi memicu peralihan konsumsi dan mempersulit pemerintah dalam melakukan pengawasan. Dampak terbesarnya adalah tergerusnya penerimaan negara dari cukai.
“Sulit melakukan pengawasan di lapangan karena tak ada merek pada produk yang dijual. Juga berpotensi munculnya duplikasi-duplikasi produk yang tidak bisa dijamin kualitasnya, di mana masyarakat akan sulit membedakan mana produk yang asli dan mana yang palsu. Selain itu, dengan mudah akan masuk barang-barang ilegal,” tutur Diana.
2. Berujung pada PHK

Kondisi tersebut dianggap Diana mampu memperburuk keberlangsungan industri rokok elektronik yang akan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal itu semakin berat mengingat mayoritas pelaku usaha di sektor tersebut merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Oleh karena itu, Diana mewakili Kadin Jakarta meminta agar Kemenkes lebih bijaksana dalam merancang regulasi agar tidak mematikan pelaku usaha.
Secara umum, Diana menambahkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia belum stabil. Maka dari itu, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah perlu memperhatikan pelaku usaha termasuk UMKM agar tidak dibebankan dengan aturan-aturan baru yang berpotensi memunculkan banyak masalah.
“Kami mendorong Kemenkes untuk lebih membuka diri dan mau menerima koreksi dari sejumlah pihak. Terhadap aturan tersebut, ada baiknya ditinjau ulang,” katanya.
3. Tantangan besar buat industri rokok elektronik

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto sangat menyayangkan upaya Kemenkes mendorong regulasi yang menimbulkan tantangan besar bagi industri rokok elektronik cair dan padat.
Senada dengan Diana, Budiyanto berpendapat jika tidak ditinjau kembali maka hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan kontribusi cukai rokok elektronik yang akan berdampak negatif terhadap pencapaian target ekonomi nasional.
“Kami berharap KADIN dan pemerintah dapat bekerja sama untuk meninjau kembali demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” kata Budiyanto.