Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, pelemahan daya beli masih jadi masalah fundamental ekonomi pada 100 hari pertama pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal Taufiqurrahman, mengatakan, indeks barang impor menunjukkan tren penurunan yang signifikan selama Oktober hingga Desember 2024.
Berdasarkan data BPS, penurunan impor terbesar terjadi pada kategori barang konsumsi, yakni minus 16,91 persen secara year on year (yoy) pada Desember 2024. Impor barang modal juga minus 10,57 persen yoy pada Desember 2024. Sementara, impor barang bahan baku/penolong juga mengalami penurunan.
"Penurunan barang konsumsi ini mencerminkan lemahnya daya beli domestik," kata Rizal dalam diskusi publik '100 Hari Astacita Ekonomi, Memuaskan?' secara daring, Rabu (29/1/2025).
Di aspek lain, Rizal menyinggung tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menembus 78 ribu pada 2024 berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan RI. Ia menekankan industri dalam negeri tengah tertekan, terutama pada industri padat karya akibat ketidakpastian global.
"Memang terjadi konsistensi jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, dari Januari sampai Desember sangat tinggi bahkan hampir 78 ribu orang," kata dia.
Rizal menilai, sejumlah tantangan tersebut mesti dijawab oleh pemerintahan Prabowo melalui berbagai strategi untuk menekan angka PHK dan pengangguran di Tanah Air. Tingginya angka PHK mencerminkan kinerja ekspor, produksi, hingga investasi Indonesia yang melemah.
"Saya kira ini menjadi challenging bagaimana PHK dan pengangguran bisa ditekan. Tak hanya membuka lapangan usaha baru, tetapi juga lapangan usaha untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas dari industri manufaktur," ucap dia.