Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Situasi dan kondisi ITC Permata Hijau akhir 2024. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Situasi dan kondisi ITC Permata Hijau akhir 2024. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya sih...

  • Banyak toko di ITC Permata Hijau tutup karena penurunan pengunjung yang signifikan sejak awal tahun 2024.
  • Pedagang menyebut kondisi mati suri bukan hanya akibat liburan, tapi juga sejak awal tahun setelah COVID-19 dan berhentinya supermarket Carrefour.
  • Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen diprediksi akan menggerus daya beli masyarakat dan membuat mereka enggan berbelanja.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Periode 2024 jadi yang cukup memberatkan bagi sejumlah pedagang di ITC Permata Hijau. Jumlah pengunjung mengalami penurunan cukup signifikan, bahkan sejak awal tahun ini.

Pantauan IDN Times di lokasi pada Selasa (31/12/2024), banyak toko terlihat tutup baik karena liburan Natal dan Tahun Baru atau dijual maupun disewakan. Kondisi tersebut terlihat di setiap lantai mulai dari Ground, 1, 2, dan 3.

Seorang pedagang mainan bernama Yuli (bukan nama sebenarnya) mengatakan, banyak toko yang tutup selama setahun untuk dijual maupun disewakan. Hingga saat ini, toko-toko tersebut belum laku mengingat harga jual atau sewanya lumayan mahal.

"Ini banyak toko tutup karena libur akhir tahun. Tapi juga banyak yang kosong karena disewakan atau dijual. Ada yang sudah setahun-dua tahun ini kosong. Mungkin karena harga sewanya kalau di lantai bawah ini (Ground) Rp30 juta sampai Rp40 juta per tahun," kata Yuli kepada IDN Times.

1. Pengunjung dan pembeli alami penurunan

Situasi dan kondisi ITC Permata Hijau akhir 2024. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Kondisi tersebut sejalan dengan menurunnya jumlah pengunjung atau pembeli yang datang ke ITC Permata Hijau. Yuli mengakui, kondisi tersebut terjadi bukan karena akhir tahun saja, melainkan juga sejak awal tahun.

"Di sini mulai mati suri sehabis COVID-19 dan paling banyak pengunjung berhenti di lantai bawah sini. Makanya kenapa di lantai atas itu paling banyak toko yang kosong dan tutup," kata dia.

Senada dengan Yuli, Ahmad (bukan nama sebenarnya) yang menjaga toko handphone di lantai 3 ITC Permata Hijau mengatakan pengunjung mulai berkurang ketika supermarket Carrefour tidak lagi di sana.

"Dulu banyak yang datang karena ada Carrefour. Nah setelah COVID-19 sampai sekarang sepi terus. Pembeli ada paling satu atau dua sehari karena kebanyakan sekarang online. Orang-orang datang pun membandingkan harga dengan yang di online, tapi gak beli di sini," tutur Ahmad.

2. Lantai 2 ITC Permata Hijau paling sepi

Situasi dan kondisi ITC Permata Hijau akhir 2024. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Pantauan IDN Times menunjukkan, kondisi paling ramai memang ada di lantai Ground. Hal itu tidak terlepas dari beragam jenis toko mulai dari optik, mainan anak, perhiasan, jajanan makanan dan minuman, sepatu, karpet, jam, serta ada anchor tenant seperti apotek Guardian.

Lantai 2 ITC Permata Hijau nampak paling sepi. Sebagai informasi, lantai tersebut dikhususkan untuk butik dan fesyen. Hanya ada sejumlah toko yang buka seperti pakaian, karpet/sajadah, hingga sepatu.

Naik ke lantai 3 terdapat pusat handphone dan elektronik. Sejauh pandangan IDN Times, sejumlah toko tutup karena libur akhir tahun. Namun, ada juga toko-toko dengan status disewakan atau dijual.

"Lantai atas paling banyak kosong karena memang pengunjung banyak berhenti di bawah. Kalau untuk harga sewa sih di lantai atas lebih murah ya karena sebagian besar masih milik pengelola (ITC), tapi kalau di bawah itu dipunya perorangan," kata Ahmad.

3. Daya beli masyarakat diprediksi semakin lesu pada 2025

Situasi dan kondisi ITC Permata Hijau akhir 2024. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Apa yang terjadi di ITC Permata Hijau dapat menggambarkan kondisi masyarakat saat ini ketika daya belinya semakin lemah akibat situasi perekonomian yang ada. Hal tersebut diprediksi masih akan terjadi dan mungkin akan semakin parah pada 2025 mengingat adanya kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen.

Ekonom senior, Drajad Wibodo, menyatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen karena akan menggerus daya beli masyarakat.

"Saya sebenarnya kurang sepakat dengan PPN naik 12 persen karena saya khawatir efeknya justru akan menurunkan total pajak yang diterima," kata Drajad saat ditemui di acara Katadata Forum bertajuk Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta.

Drajad menilai, kenaikan PPN berpotensi membuat masyarakat justru enggan berbelanja karena transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN menjadi lebih mahal.

"(Kenaikan PPN) itu kan hitungan berdasarkan asumsi semua orang akan tetap bayar. Bagaimana kalau dengan kenaikan itu, orang yang bayarnya makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin dikit. Kan ujungnya penerimaan kita jeblok," ujarnya.

Editorial Team