Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonom CORE: PPN Itu Pajak Paling Tidak Adil!

Ilustrasi PPN 12 persen. (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • PPh dianggap jenis pajak paling adil karena progresif, sementara PPN membebankan tarif yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat
  • Hendri Saparini mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih sering mengutak-atik PPN, menilai rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dapat semakin memberatkan masyarakat

Jakarta, IDN Times - Pendiri dan Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini menilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai jenis pajak yang paling tidak adil. Hal itu lantaran PPN membebankan tarif yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa memperhatikan tingkat penghasilan.

"Padahal PPN itu kan pajak paling tidak adil ya karena semua orang akan menerima dampaknya, itu sama antara yang kaya dengan yang miskin gitu," kata dia dalam Podcast Endgame oleh Gita Wirjawan bertajuk "Arah Ekonomi di Era Pemimpin Baru", dikutip Senin (23/12/2024).

1. PPh dianggap sebagai pajak yang paling adil

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Hendri menilai Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis pajak yang paling adil. Untuk itu, dia mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih sering mengutak-atik PPN.

Seperti diketahui, PPh sifatnya progresif, yakni tarif pajak yang dikenakan meningkat seiring dengan besarnya penghasilan wajib pajak. Itu berarti individu atau badan dengan penghasilan lebih tinggi membayar pajak dalam jumlah yang lebih besar.

Sebaliknya, mereka yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak lebih kecil, atau bahkan bebas pajak jika penghasilan berada di bawah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

"Pajak itu yang paling adil kan PPh, tapi yang diutak-atik lebih banyak itu adalah PPN," paparnya.

2. CORE kritik kenaikan PPN menjadi 12 persen

ilustrasi PPN 12% (IDN Times/Aditya Pratama)

Hendri pun mengkritik rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. Dia menilai kebijakan tersebut dapat semakin memberatkan masyarakat, terutama kelompok kelas menengah yang sudah menghadapi beban ekonomi tinggi.

Menurutnya, beban pajak yang berlebihan berpotensi menyebabkan kelompok kelas menengah mengalami penurunan kelas ekonomi.

"Jadi kayak sekarang kalau saya diskusi tentang menaikkan PPN menjadi 12 persen, coba dilihat dulu sekarang aja kita sampai kelas menengah itu mereka bebannya terlalu banyak, kenapa dia kemudian harus turun kelas," ujarnya. 

3. Stimulus yang ada tak dirasakan kelas menengah

ilustrasi PPN 12% (IDN Times/Aditya Pratama)

Kelompok perwakilan warga sipil yang menamakan diri Bareng Warga menilai ragam stimulus yang digelontorkan pemerintah untuk menghalau dampak PPN 12 persen tidak dirasakan rakyat khusunya kelas menengah. Dia mempertanyakan sasaran stimulus tersebut.

"Kami mempertanyakan stimulus ini untuk siapa. Banyak masyarakat kelas menengah yang tidak mendapat manfaat dari kebijakan ini," ujar Perwakilan Bareng Warga, Risyad Azhary di depan Istana Merdeka, Kamis (19/12/2024).

Dia menganggap kenaikan ini disebut hanya berdampak pada barang-barang mewah, tetapi dampaknya jauh lebih luas. "Sebagai contoh, minyak goreng dengan PPN 11 persen hanya mencakup sebagian kebutuhan masyarakat, dan ini tidak realistis," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us