Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pandu Sjahrir (Founding Partner AC Ventures) dalam acara Fortune Indonesia Summit 2022 pada Kamis (19/5/2022). (IDN Times/Herka Yanis)

Jakarta, IDN Times - Founding Partner AC Venture, Pandu Sjahrir menyebutkan penyebab fenomena bubble burst perusahaan rintisan (startup) yang terjadi belakangan ini sebagai imbas naiknya suku bunga The Fed. Itu kemudian menyebabkan Cost of Capital juga mengalami kenaikan sejak November hingga Desember 2021.

Tak ayal kondisi tersebut membuat investor ramai-ramai memindahkan asetnya dari perusahaan dengan pertumbuhan tinggi (high growth) ke perusahaan dengan aset yang aman seperti komoditas.

"Banyak yang lari ke komoditas, juga precious metal, kepada asset class yang lain. Nah untuk perusahaan teknologi yang sangat high growth dan benefit dari low cost environment itu mereka mengalami penurunan karena banyak investor lari," kata Pandu dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Jumat (24/6/2022).

Kendati begitu, Pandu menilai saat ini justru menjadi waktu yang sangat menarik untuk melihat perkembangan startup lantaran masih adanya pertumbuhan di sektor teknologi.

Atas kondisi yang terjadi saat ini, Pandu mewanti-wanti para pendiri atau founder startup karena investor akan lebih berhati-hati-hati untuk membenamkan uangnya.

Investor kini cenderung akan melirik startup yang bisa menjadi solusi atas permasalahan masyarakat dari hulu ke hilir.

Oleh karena itu, Pandu memberikan tiga tips bagi founder startup untuk menghadapi fenomena bubble burst yang terjadi saat ini. Berikut ulasannya.

1. Memperhatikan omzet bisnis

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai seorang founder startup, Pandu menyarankan agar mereka kembali melihat apakah bisnis mereka mampu menghasilkan omzet atau tidak.

"Ini kadang dianggap kita harus membeli pangsa pasar. Namun, yang paling penting adalah produk market fit-nya sudah pas atau belum? Jadi Anda harus bisa belajar beradaptasi yang sangat cepat untuk melihat 'Eh saya bisa gak ya menghasilkan profit dari bisnis saya sekarang ini?'" tutur Pandu.

2. Pahami keinginan investor

Ilustrasi karyawan perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Tips yang kedua berkaitan dengan tips pertama. Setelah memperhatikan apakah bisnismu menghasilkan omzet atau tidak maka kamu perlu membaca dari sisi sentimen investor.

Pandu mengatakan, seorang founder startup harus memahami bahwa investor tidak hanya mencari perusahaan yang tumbuh saja, melainkan yang menghasilkan keuntungan.

"Bisa gak Anda untung sekarang? Unit economic Anda bagaimana? Jadi itu juga harus dijadikan top of mind," kata dia.

3. Jangan bergantung kepada investor

Ilustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Terakhir, jangan menggantungkan diri kepada investor.

Menurut Pandu, seorang founder startup harus bisa menggunakan uang yang ada untuk terus diputar dan diinvestasikan ulang untuk pertumbuhan perusahaan mereka.

"Jadi kalau sekarang misal 'Oh saya harus (dapat pendanaan) seri A, seri B, seri C. Paling enak kalau bisa dari pre-seri A eh udah bisa loncat, nanti seri B, seri C. Bahasanya skip round, sebenarnya buat para shareholder, atau owner atau founder ini juga lebih bagus karena Anda punya equity lebih banyak di perusahaan Anda. Jadi Anda actually have a very good defensible business model," tutur Pandu.

Editorial Team