Ilustrasi perkebunan kelapa sawit (IDN Times/Dokumen)
Sementara dari sisi bea keluar, harga CPO yang tinggi mencapai 1.100 dolar AS per ton lebih pada periode 2021-2022 menyebabkan penerimaan bea keluar naik signifikan. Namun harga CPO di 2023 kembali ke level 830 dolar AS per ton sehingga penerimaan bea keluar mengalami penurunan.
"Tapi kemudian kita menjalankan kebijakan hilirisasi sehingga bea keluar tembaga mengalami kenaikan dan ini masih berlanjut di 2024," imbuhnya.
Lalu dari sisi Intensifikasi penerimaan cukai, penerimaannya juga masih naik, walaupun produksi rokok dalam 2 tahun terakhir bertumbuh sedikit negatif di level 3,3 dan 1,8. Askolani mengatakan, kondisi ini akan kita terus terpantau di 2024 sejalan dengan kebijakan multi years yang sudah dilakukan.
"Dan untuk MMEA kita lihat trennya naik pasca COVID-19 tunya pemulihan ekonomi dan wisatawan pasca Covid menyebabkan produksi daripada MMEA naik dan ini menyebabkan sampai 2023 penerimaan dari MMEA naik," kata dia.
Sedangkan itu, pihaknya juga konsisten melakukan tugas trade fasilitator untuk pelayanan ekspor impor. Sampai saat ini jumlah importir mencapai 72.615 dan eksportir 64.588.
"Nilai impornya bisa mencapai 221 miliar dolar AS, atau sekitar Rp1.300 triliun. Kontribusinya kepada PDB kita. Dan nilai ekspor bisa mencapai 258 miliar dolar AS yang bisa mencapai Rp3 ribu triliun sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi kita," paparnya.