Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede memaparkan perkembangan ekonomi Jateng. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede memaparkan perkembangan ekonomi Jateng. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Jakarta, IDN Times - Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan penempatan dana sebesar Rp200 triliun yang tersebar di lima bank himbara akan mendongkrak penguatan fungsi intermediasi perbankan. Secara mekansime, menurutnya kebijakan ini akan mampu meningkatkan ppertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hingga 1,7 persentase poin (ppt) dan menciptakan ruang likuiditas tambahan bagi penyaluran kredit ke sektor riil.

"Desain kebijakan ini diarahkan untuk memastikan penempatan tersebut benar-benar menambah likuiditas yang produktif, dan tidak hanya mempertebal neraca jangka pendek bank," ungkap Josua kepada IDN Times, Senin (15/9/2025).

1. Kredit dan pertumbuhan ekonomi diproyeksi akan naik

Ilustrasi cadangan devisa. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dengan bertambahnya DPK, Josua meyakini perbankan memiliki ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kredit produktif. Dia memproyeksi penempatan dana ke lima bank akan mendorong peningkatan kredit antara 0,8 hingga 1,4 persentase poin (ppt), yang pada gilirannya memberikan kontribusi 0,3 hingga 0,6 ppt terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Dampaknya terhadap inflasi dinilai terbatas, yakni sekitar 0,3–0,5 ppt, selama penyaluran kredit dilakukan secara tepat sasaran," ujar Josua.

Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan pendanaan untuk program koperasi desa serta mempercepat belanja prioritas. Sementara itu, penggunaan dana oleh bank untuk instrumen keuangan pasif dibatasi, agar arus likuiditas yang tersedia benar-benar mengalir ke kegiatan produktif di sektor riil.

2. Alasan laju kredit akan naik usai kebijakan penempatan dana

ilustrasi cadangan devisa (unsplash.com/ Viacheslav Bublyk)

Dari sisi penawaran, Josua menilai kondisi kredit saat ini cukup mendukung, seiring tren penurunan suku bunga dasar kredit. Penurunan ini didorong oleh upaya perbankan menjaga daya saing di pasar kredit, biaya dana yang relatif tertahan, serta pemangkasan margin demi mendorong penyaluran.

Selain itu, kebijakan makroprudensial juga memberi dorongan tambahan. Insentif likuiditas yang diberikan otoritas moneter telah menurunkan tingkat bunga pada sejumlah sektor prioritas, sehingga biaya kredit menjadi lebih kompetitif.

"Biaya kredit pada sektor perdagangan, pertanian, industri pengolahan, konstruksi, transportasi, pariwisata, dan kegiatan hijau kini lebih kompetitif, meskipun risiko kredit tetap berada dalam pengawasan," ujar Josua.

Untuk itu, Josua menekankan pentingnya penguatan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter. Dia menyarankan agar pembagian beban bunga untuk program perumahan rakyat dan koperasi desa diperluas, serta bank sentral terus membuka ruang likuiditas tambahan. Dengan cara ini, dorongan fiskal yang diberikan pemerintah dapat berjalan tanpa menimbulkan tekanan terhadap stabilitas makroekonomi.

3. Ada tantangan dari sisi permintaan

(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Meski demikian, Josua menilai ada tantangan dari sisi permintaan. Data likuiditas dan uang beredar memang menunjukkan ruang peningkatan likuiditas masih terbuka, tetapi pertumbuhan kredit agregat justru melambat dibandingkan tahun sebelumnya.

Kondisi ini mencerminkan kehati-hatian dunia usaha dan rumah tangga di tengah daya beli yang belum sepenuhnya pulih. Meskipun rata-rata suku bunga kredit dan simpanan cenderung menurun, serta basis uang yang disesuaikan tetap tumbuh, tanpa perbaikan permintaan, tambahan likuiditas berisiko hanya berputar di dalam sistem keuangan tanpa memberikan dampak nyata pada produksi maupun konsumsi.

"Tanpa adanya perbaikan permintaan, tambahan likuiditas rawan hanya berputar di sistem keuangan dan kurang berdampak pada produksi serta konsumsi," kata Josua.

Editorial Team